Selasa, 31 Mei 2011


I  PENDAHULUAN

1.1      Latar Belakang
Sungai adalah perairan mengalir secara terus-menerus pada arah tertentu, berasal dari tanah, air hujan dan air permukaan yang akhirnya bermuara ke laut, sungai atau perairan terbuka yang luas. Sungai dicirikan oleh arus yang searah dan relatif kencang, dengan kecepatan berkisar antara 0,1 sampai 1,0 m/detik, serta sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim dan pola drainase (Soemarwoto, 1980).
Sungai Citanduy berada di Propinsi Jawa Barat. Secara geografi terletak pada posisi 1080 04’ sampai dengan 1090 30’ BT dan 70 03’ sampai dengan 70 52’ LS.  Sungai Citanduy memiliki panjang  170 km, lebar 20 m dan kedalaman 15 m.  Hulu Sungai Citanduy terletak di Gunung Cakrabuana yang memiliki ketinggian 1721 m dan mengalir ke daerah hilir  melalui kabupaten  Tasikmalaya, Ciamis, dan Banjar (Jawa Barat) serta bermuara di Segara Anakan   Cilacap (Jawa Tengah). Aliran sungai Citanduy mempunyai luas 350.000 Ha, 57% dari luas tersebut merupakan lahan pertanian, sedangkan 33% berupa hutan dan perkebunan. Topografi dari wilayah sungai Citanduy yang merupakan daerah yang rata sekitar 30%, daerah bukit dan bergelombang sekitar 50% dan sisanya sekitar 20% mempunyai karakteristik berupa tebing atau lereng dengan tekstur tanah yang mudah tererosi (DPU, 2006).
Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan, ikan benter banyak ditemukan di Sungai Citanduy, namun dari tahun ke tahun pada akhirnya populasi ikan benter berkurang baik akibat over fishing atau karena penangkapan liar. Selain itu, penurunan kualitas perairan sebagai akibat dari faktor lingkungan seperti erosi tanah, pemukiman dan industri menyebabkan tekanan psikologis bagi ikan benter yang ada di perairan tersebut.  Ikan benter (Puntius binotatus) merupakan ikan dari jenis familia Cyprinidae, ikan ini banyak ditemukan pada perairan yang mengalir yang tidak terlalu dalam dan hidupnya memerlukan kondisi kualitas air yang mendukung. Ikan benter bersifat benthopelagic yang hidup antara bagian tengah hingga dasar perairan dan memakan antara zooplankton, larva, serangga dan tumbuhan air, sehingga ikan ini tergolong omnivora (Sugita, 2005).
 Usaha penangkapan ikan benter yang dilakukan masyarakat tanpa memperhatikan kelestariannya, bila dibiarkan maka kemungkinan besar populasi ikan tersebut akan menurun, dan bisa menyebabkan kepunahan. Oleh sebab itu diperlukan upaya perlindungan. Salah satu upaya perlindungan untuk mempertahankan keberadaan ikan benter di alam adalah dengan melakukan usaha konservasi. Usaha konservasi tersebut diharapkan dapat memberikan informasi mengenai aspek biologi ikan, khususnya mengenai reproduksi ikan.
Informasi mengenai reproduksi ikan benter secara lengkap khususnya di Sungai Citanduy sampai saat ini belum ada. Berdasarkan alasan tersebut di atas, maka perlu penelitian tentang aspek biologi reproduksi ikan benter yang tertangkap di Sungai Citanduy yang meliputi faktor kondisi, rasio kelamin, tingkat perkembangan gonad, indeks gonado somatik, fekunditas, dan diameter telur guna mendukung usaha pelestarian yang berkesinambungan.
Kehidupan ikan di perairan tidak terlepas dari kualitas fisika dan kimia air pada habitat ikan tersebut (Odum, 1971). Oleh karena itu sebagai parameter pendukung dalam penelitian reproduksi ikan benter ini perlu dilakukan pengukuran faktor fisika dan kimia air di lokasi penelitian yang berhubungan dengan aktivitas reproduksi ikan.
1.2      Perumusan masalah
Salah satu upaya pelestarian untuk mempertahankan keberadaan ikan benter di perairan umum khususnya sungai Citanduy adalah dengan melakukan usaha konservasi. Usaha konservasi ikan benter belum dilakukan karena masih terbatasnya informasi Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 
1. Bagaimanakah faktor kondisi dan rasio kelamin ikan benter yang  tertangkap di Sungai Citanduy Jawa Barat?
2. Bagaimanakah tingkat perkembangan gonad, indeks gonado somatik,  fekunditas dan diameter telur ikan benter yang tertangkap di Sungai Citanduy Jawa Barat?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
Aspek biologi reproduksi ikan Benter yang meliputi rasio kelamin, faktor kondisi, perkembangan gonad jantan dan betina, IGS, fekunditas, dan diameter telur ikan Benter yang tertangkap di sungai Citanduy.


1.4 Manfaat
Penelitian tentang ikan benter diharapkan dapat melengkapi informasi mengenai aspek reproduksi ikan benter sehingga dapat bermanfaat dalam upaya pengembangan konservasi ikan benter di sekitar Sungai Citanduy Jawa Barat.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.      Biologi Ikan Benter

2.1.1.   Klasifikasi dan Morfologi
Ikan Benter diklasifikasikan menurut Saanin (1984) sebagai berikut :
Phylum                      : Chordata
Subphylum               : Vertebrata
Classis                        : Pisces
Subclass                     : Teleostei
Ordo                           : Ostariophysi
Subordo                     : Cyprinoidea
Familia                       : Cyprinidae
Genus                         : Puntius
Spesies                       : Puntius binotatus
Ikan Benter memiliki ciri-ciri bibir bawah tidak terpisah dari rahang bawah yang tidak berkulit tebal atau terpisah dari rahang bawah oleh turisan pada permukaan saja; hidung tidak berbintil-bintil keras. Tinggi batang ekor sama dengan panjangnya dan setengah sampai sepertiga kepala; kepala 3,3 sampai 4,5 kali lebar mata (Saanin, 1984). Ikan Benter mempunyai 2-4 sungut, gurat sisi sempurna, satu jari-jari  sirip terakhir punggung mengeras dan bergerigi dibagian belakangnya; 4,5 sisik antara gurat sisi dan awal sirip punggung. Satu bintik bulat besar pada bagian anterior dari pangkal sirip punggung dan sebuah lagi di tengah batang ekor. Pada juvenil dan dewasa ada 2-4 titik-titik memanjang (Kottelat  et al., 1993).
Ikan benter adalah salah satu  ikan yang tersebar luas di sebelah barat garis wallacea, yang tergolong dalam ikan perairan tawar tropis yaitu danau dan sungai. Ikan ini mendominasi sungai-sungai kecil berbatu yang berarus deras di bagian hulu, pertengahan sampai hilir yang habitatnya pinggirannya yang merupakan sawah dan perkebunan (Hartoto dan  Endang, 1996; Rachmatika, 2004). Menurut pendapat Kavanagh (2002), ikan benter dapat hidup pada ketinggian tempat kurang lebih 300 m. Ukuran kisaran panjang badan ikan benter kurang lebih 25 - 88,6 mm. Ikan benter hidup pada aliran sungai yang jernih dan deras, bersubsrat pasir dan lempung, disamping itu juga dapat hidup pada air yang sangat keruh.
A. Latar Belakang
   Histologi berasal dari bahasa Yunani yaitu hist os yang berarti jaringan dan logos yang berarti ilmu. Jadi histologi berarti suatu ilmu yang menguraikanstruktur dari hewan secara terperinci dan hubungan antara struktur pengorganisasian sel dan jaringan serta fungsi-fungsi yang mereka lakukan. Jaringan merupakan sekumpulan sel yang tersimpan dalam suatu kerangka struktur atau matriks yang mempunyai suatu kesatuan organisasi yang mampu mempertahankan keutuhan dan penyesuaian terhadap lingkungan diluar batas dirinya (Bavelander, 1998). 
  Menurut Wikipedia I (2009), histologi adalah bidang biologi yang mempelajari tentang struktur jaringan secara detail menggunakan mikroskop pada sediaan jaringan yang dipotong tipis. Histologi dapat juga disebut sebagai ilmu anatomi mikroskopis. 
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan sumber protein hewani murah bagi konsumsi manusia. Karena budidayanya mudah, harga jualnya juga rendah. Budidaya dilakukan di kolam-kolam atau tangki pembesaran. Pada budidaya intensif, nila tidak dianjurkan dicampur dengan ikan lain karena memiliki perilaku agresif (Wikipedia II, 2009). 
  Karena ikan nila merupakan ikan budidaya maka diperlukan suatu penelitian terhadap struktur jaringan tubuhnya dengan memperhatikan kelainan yang mungkin terjadi agar dapat diketahui jaringan normal dan abnormalnya serta penyebab timbulnya kelainan tersebut, sehingga dapat dikembangbiakkan lebih baik. Hal inilah yang melatarbelakangi diadakannya praktikum ini.
B. Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari praktikum ini, yaitu:
1. Mengetahui prosedur/metode dalam pembuatan preparat histologi; 
2. Mengetahui kelebihan dan kekurangan prosedur pembuatan preparat histologi;
3.Mengetahui dan membandingkan jaringan jantung normal danabnormal dari sudut histologi. 
       Sedangkan kegunaan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui apakah jaringan usus, hati, jantung, ginjal dan insang dalam keadaan normal atau abnormal. Sehingga nantinya dapat dijadikan informasi yang dapat dijadikan pembanding antara teori dan praktek
 
II. TINJAUAN PUSTAKA 
A.Morfologi dan Sistematika Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
 
  Ikan nila adalah sejenis ikan konsumsi air tawar. Ikan ini diintroduksi dari Afrika pada tahun 1969, dan kini menjadi ikan peliharaan yang populer di kolam- kolam air tawar dan di beberapa waduk di Indonesia (Wikipedia II, 2009). 
  Nama ilmiah ikan nila adalah Oreochromis niloticus, dan dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Nile Tilapia. Ikan peliharaan yang berukuran sedang, panjang total (moncong hingga ujung ekor) mencapai sekitar 30 cm. Sirip punggung (dorsal) dengan 16-17 duri (tajam) dan 11-15 jari-jari (duri lunak); dan sirip dubur (anal) dengan 3 duri dan 8-11 jari-jari (Wikipedia II, 2009). 
  Tubuh berwarna kehitaman atau keabuan, dengan beberapa pita gelap melintang (belang) yang makin mengabur pada ikan dewasa. Ekorber gar is- gar istegak, 7-12 buah. Tenggorokan, sirip dada, sirip perut, sirip ekor dan ujung sirip punggung dengan warna merah atau kemerahan (atau kekuningan) ketika musim berbiak (Wikipedia II, 2009).
Menurut Wikipedia II (2009), klasifikasi Ikan Nila, yaitu:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Cichlidae
Genus :O r eochr om is
Spesies : Oreochromis niloticus
 

Gambar 1. Morfologi ikan nila (Oreochromis niloticus)
 
B.Anatomi ikan nila (Oreochromis niloticus) 
  
  Anatomi (berasal dari bahasa Yunaniνατομία anatomia, dari anatemnein, yang berarti memotong) adalah cabang daribi ol ogi yang berhubungan dengan struktur dan organisasi dari makhluk hidup. Terdapat juga anatomi hewan atauzoot om i dan anatomi tumbuhan ataufi t ot omi. Beberapa cabang ilmu anatomi adalah anatomi perbandingan, histologi, dan anatomi manusia (Wikipedia III, 2009). Jaringan di dalam tubuh hewan mempunyai sifat yang khusus dalam melakukan fungsinya, seperti peka dan pengendali (jaringan saraf), gerakan (jaringan otot), penunjang dan pengisi tubuh (jaringan ikat), absorbsi dan sekresi (jaringan epitel), bersifat cair (darah) dan lainnya. Masing-masing jaringan dasar dibedakan lagi menjadi beberapa tipe khusus sesuai dengan fungsinya (Wikipedia III, 2009).
 
Lambung 
 
  Lambung adalah organ tubuh setelah kerongkongan yang berfungsi untuk menghancurkan atau mencerna makanan yang ditelan dan menyerap sari atau nutrisi makanan yang penting bagi tubuh. Pada hewan memamah biak, makanan di lambung dicampur dengan enzim-enzim pencernaan, kemudian dikeluarkan kembali ke mulut untuk dikunyah sekali lagi (Wikipedia III, 2009). 
Lambung merupakan segmen dari pencernaan yang diameternya relatif lebih besar bila dibandingkan dengan segmen lainnya. Besarnya ukuran lambung ini berkaitan dengan fungsinya sebagai penampung makanan. Kemampuan ikan untuk dapat menampung makanan (kapasitas lambung) sangat bervariasi antara jenis ikan yang satu dengan yang lainnya. Secara umum fungsi lambung itu sama yaitu unutk menampung dan mencerna makanan, namun secara anatomis terdapat variasi dalam bentuk (Kusrini dkk, 2007). Menurut Kursini (2007) Berdasarkan anatominya terdapat beberapa tipe lambung, yaitu:
a) Lambung berbentuk memanjang biasanya ditemukan pada beberapa jenis ikan karnivora bertulang sejati.
b) Lambung berbentuk sifon, terdapat pada ikan golongan Chondrichthyes dan kebanyakan ikan teleostei.
c)Lambung kaeka, terdapat pada ikanPolypt er us,Am ia,Anguil la. 
 
Usus 
  
  Walaupun panjangnya bergantung pada jenis makanannya, usus ikan berupa tabung sederhana yang berukuran sama dari lambung sampai dubur. Jadi tidak mempunyai usus besar. Bentuknya dapat lurus seperti pada betutu dan lele atau melingkar-lingkar seperti ikan nila, mas dan gurame bergantung pada bentuk rongga perut. Mempunyai lapisan epitel kolumnar sederhana, sel lendir melapisi lapisan submukosa yang berisi sel eosinofilik bergranula, berbatasan dengan mukosa muskularis lapisan usus (Kusrini dkk, 2007).
 
Hati 
 
  Hati adalah sebuah organ dalam vertebrata, termasuk manusia. Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Dia juga memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan. Istilah medis yang bersangkutan dengan hati biasanya dimulai dalamhepat - atau hepatik dari kata Yunani untuk hati, hepar (Wikipedia III, 2009). 
Hati merupakan organ penting yang mensekresikan bahan untuk proses pencernaan. Organ ini umumnya merupakan suatu kelenjar yang kompak, berwarna merah kecoklatan. Secara umum posisi hati terletak pada rongga bawah tubuh, di belakang jantung dan di sekitar usus depan. Di sekitar hati terdapat organ berbentuk kantung bulat kecil, oval atau memanjang dan berwarna hijau kebiru-biruan (Kusrini dkk, 2007).
 
Ginjal 
 
Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip kacang. Sebagai bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin. Cabang dari kedokteran yang mempelajari ginjal dan penyakitnya disebut nefrologi (Wikipedia III, 2009). 
  Ginjal terletak di bagian atas peritonium (retroponium), sejajar dan di bawah tulang belakang. Berwarna coklat muda. Ginjal ikan nila ini berkembang dengan baik, sehubungan dengan kondisi lingkungan air tawar yang hipotonik terhadap cairan tubuh. Fungsi dari ginjal tersebut adalah suatu organ yang berperan dalam penyaringan beberapa bahan buangan sisa metabolisme. Bahan-bahan yang dibuang lewat ginjal, antara lain ureum, air, dan garam mineral. Sel-sel yang bertanggung jawab pada penyaringan ini adalah glomerulus, yamg disebut kapsul bowman. Sedangkan yang berfungsi sebagai reapsorsi ion adalah tubuli ginjal (Kusrini dkk, 2007).
 
 
 Peranan jantung sangat penting dalam hubungannya dengan pemompaan darah ke seluruh tubuh melalui sistem sirkulasi darah. Sirkulasi darah adalah sistem yang berfungsi dalam pengangkutan dan penyebaran enzim, zat nutrisi, oksigen, karbondioksida, garam-garam, antibodi, senyawa N, dari tempat asal ke seluruh bagian tubuh sehingga diperlukan tekanan yang cukup untuk menjamin aliran darah sampai ke bagian-bagian jaringan-jaringan tubuh (Kusrini dkk, 2007). 
 
A.Ekologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) 
 
Ikan nila bisa hidup di perairan air tawar hampir di seluruh Indonesia. Jenis ikan ini sebenarnya bukan satwa asli Indonesia. Habitat aslinya adalah Sungai Nil di Mesir. Ikan ini kemudian didatangkan oleh Pemerintah Indonesia sejak tahun 1969 dari Taiwan. Jenis ikan ini tergolong hewan omnivora (pemakan segala), jadi bisa diberi pakan apa saja asalkan sesuai dengan besar mulutnya, misalnya udang, kerang kecil, atau pelet. Selain itu, karena ikan ini juga memiliki toleransi lingkungan yang cukup besar, sehingga pembudidayaannya sangat mudah (Caroko dkk, 2009). 
Karena mudahnya dipelihara dan dibiakkan, ikan ini segera diternakkan di banyak negara sebagai ikan konsumsi, termasuk di pelbagai daerah di Indonesia. Akan tetapi mengingat rasa dagingnya yang tidak istimewa, ikan nila juga tidak pernah mencapai harga yang tinggi. Di samping dijual dalam keadaan segar, daging ikan nila sering pula dijadikanf illet (Wikipedia II, 2009). 
Ikan nila cenderung senang hidup di air hangat bersuhu sekitar 28 derajat celsius. Ikan ini juga menyenangi kondisi air yang sedikit mengandung basa dengan kisaran pH antara 7,0 dan 8,0. Seyogianya, air tidak boleh tercemar bahan kimia beracun, kandungan oksigen di dalam air minimal 4 mg/liter, serta kandungan karbon dioksida maksimal 5 mg/liter. Ikan ini biasanya dipelihara di kolam air tenang (Caroko dkk, 2009).  
 
B.Kelainan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) 
 
Ikan merupakan salah satu hewan air yang senantiasa bersentuhan dengan lingkungan perairan sehingga sangat memungkinkan untuk terinfeksi pathogen melalui air. Terjadinya serangan penyakit pada ikan dapat disebabkan oleh terjadinya ketidakseimbangan lingkungan, pathogen dan ikan. Pada kondisi normal pun, organisme pathogen akan ada dalam media hidup ikan. Organisme ini akan menyerang ikan tatkala kondisi ikan melemah. Kondisi ikan melemah dapat disebabkan oleh lingkungan. Dengan kata lain, serangan penyakit dapat dicegah dengan cara memberikan kondisi lingkungan yang ideal bagi ikan. (Sucipto, 2008). 
Sakit didefinisikan sebagai perubahan yang terjadi suatu organisme pada kondisi fisik, morfologi, fisiologis dan atau fungsinya. Penyebab terjadinya keadaan sakit disebut penyakit. Berdasarkan jenisnya, kita mengenal istilah penyakit infektif dan non infektif. Sesuai dengan sifatnya penyakit maka dapat digolongkan menjadi dua yaitu penyakit infektif dan penyakit non-infektif. Penyakit infektif adalah suatu penyakit yang disebabkan ikan terinfeksi oleh organisme pathogen yang berasal dari virus, bakteri, jamur ataupun parasit. Sedangkan penyakit nono infektif adalah penyakit yang disebabkan oleh gangguan non pathogen seperti nutrisi (makanan), kualitas air, bahan toxic, dan genetic (Sucipto, 2008).
 
C. Proses Histologi 
 
Cara pembuatan sediaan histologis disebut mikroteknik. Pembuatan sediaan dari suatu jaringan dimulai dengan operasi, biopsi, atau autopsi. Jaringan yang iambil kemudian diproses dengan fiksatif yang akan menjaga agar sediaan tidak akan rusak (bergeser posisinya, membusuk, atau rusak). Fiksatif yang paling umum digunakan adalah formalin (10% formaldehida yang dilarutkan dalam air). Larutan Bouin juga dapat digunakan sebagai fiksatif alternatif meskipun hasilnya tidak akan sebaik formalin karena akan meninggalkan bekas warna kuning dan artefak. Artefak adalah benda yang tidak terdapat pada jaringan asli, namun tampak pada hasil akhir sediaan. Artefak ini terbentuk karena kurang sempurnanya pembuatan sediaan (Wikipedia I, 2009). Affuwa (2007), menyatakan bahwa membuat histologi jaringan hewan mula-mula dengan menyiapkan jaringan segar dalam pengamatan mikroskopis yaitu dengan cara fiksasi. Tujuan dilakukannya fiksasi adalah mencegah terjadi kerusakan pada jaringan, menghentikan proses metabolisme secara cepat, mengawetkan komponen sitologis dan histologis, mengawetkan keadaan sebenarnya, mengeraskan materi yang lembek, dan jaringan-jaringan dapat diwarnai sehingga bisa diketahui bagian-bagian jaringan. 
Faktor-faktor yang berperan dalam fiksatif adalah buffer (pH), suhu yang rendah mencegah autolisis,untuk mendapatkan daya penetrasi yang tinggi digunakan irisan setipis mungkin, perubahan volume, osmolaliitas pada larutan fiksatif, penambahan deterjen sehingga fiksatif cepat masuk, konsentrasi, dan waktu fiksatif. Dehidrasi memiliki fungsi menghilangkan air dalam jaringan. Bahan yang digunakan untuk dehidrasi harus mampu menggantikan fungsi air. Dehidrasi yang baik dilakukan secara bertahap yaitu mulai dari konsentrasi 70% sesuai dengan pelarut Bouin formol kemudian berturut-turut ke dalam alkohol 80%, 90%, 96% dan alkohol absolut. Pada setiap konsentrasi dilakukan pengulangan 3 kali (Botanika, 2008). Selanjutnya tahap dehidrasi, dehidrasi dilakukan setelah fiksasi dengan tujuan untuk mengeluarkan air dari jaringan, ini merupakan prinsip dari teknik parafin yaitu air dikeluarkan dan diganti dengan parafin sehingga blok jaringan mudah dipotong, ini dilakukan 2 tahap yakni dehidrasi dan penjernihan. Proses dehidrasi dilakukan dengan memasukkan jaringan yang sudah difiksasi kedalam larutan alkohol berturut-turut dari kadar 70% sampai 100% (Robby , 2000) 
Selanjutnya dengan proses clearing, untuk memungkinkan paraffin dapat masuk ke dalam sel, haruslah alkohol di dalam organ diganti dengan zat yang mudah mengusir alkohol tetapi kemudian harus bisa diusir oleh paraffin. Clearing atau dealkoholisasi ini dapat menggunakan aceton, benzol,toluol, dan xilol. Proses clearing dapat dilakukan selama 24 jam (Jvetunud, 2008).
   Embedding dilakukan dengan membuat kotak kertas. Beberapa keuntungan menggunakan kotak kertas yaitu bisa membuat arah sayatan dan menandai jaringan. Sebelum jaringan atau sampel ditanam maka terlebih dahulu paraffin dalam kotak harus membeku pada bagian dasarnya sehingga memungkinkan objek tidak langsung menempel pada dasar kertas. Blok paraffin yang akan disayat dulu maka dibentuk dulu (trimming). Bentuk blok disesuaikan dengan bentuk pitanya yang diinginkan. Hal in dikarenakan penampang blok paraffin menggambarkan blok pita yang akan diiris. Letak mata pisau pada mikrotom sangat menentukan hasil yang diperoleh. Pisau dibersihan dengan xylol dari sisa-sisa paraffin yang menempel. Hasil sayatan diambill dengan menggunakan kuas secara hati-hati. Hasil sayatan diletakkan dalam bak khhusuus dann diperhatikan urutannya. Pita hasil sayatan ditempel pada kaca objek dengan menggunakan meyer albumin. Kaca objek selanjutnya diletakkan di atas meja penangas (heating plate) (Botanika, 2008).
Selanjutnya tahap dehidrasi, tahap rehidrasi atau dehidrasi sangatlah penting dilakukan sebelum dilakukan pewarnaan. Hal itu baru dilakukan bila paraffin dalam sayatan sudah larut dan biasanya dilarutkan dalam xylol (Botanika, 2008).
Proses sectioning diawali dengan pengirisan blok parafin dengan scalpel, sehingga permukaan blok parafin yang akan diiris dengan mikrotom berbentuk segi empat. Irislah sedemikian rupa, sehingga preparat akan terletak tepat berada di tengah blok. Proses pewarnaan dilakukan setelah preparat dideparafinasindengan merendam preparat pada xylol. Salah satu pewarna metode parafin pada jaringan hewan adalah hematoxylin dan Eosin. Zat warna hematoxilin ini bersifat aquaosa (Botanika, 2008).
 
III. METODE PRAKTEK 
 
A. Waktu dan Tempat 
 
Praktikum histologi dilaksanakan sebanyak 4 kali pada hari Kamis, Jum’at, Sabtu dan Kamis, yaitu tanggal 5, 6, 7 dan 12 Maret 2009. Bertempat di Laboratorium Fisiologi Hewan Air, Fakultas Ilmu kelautan dan Perikanan, Universitas karimun
 
B. Prosedur Kerja 
 
1. Pengenceran 
 
Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan dalam pengenceran yaitu gelas ukur 500ml berfungsi sebagai wadah sekaligus alat untuk mengukur banyaknya alkohol yang akan diencerkan. Mengambil alkohol 96% sebanyak 416.66 ml, menempatkan alkohol pada gelas ukur sesuai ukuran pengenceran. Menambahkan aquades ke dalam gelas ukur sebanyak 83.33ml untuk mengencerkan alkohol 96% sehingga menjadi alkohol 80%. Volume alkohol maupun aquades didapatkan dari rumus M1.V1 = M2.V2
 
Dimana :
M1 = Konsentrasi awal alkohol
 V2  = Volume awal
M2  = Konsentrasi akhir alkohol
V2   = Volume akhir 
 
2. Proses histologi
 
a. Pembedahan ikan
 Mematikan ikan, kemudian membedah ikan dengan menggunakan scalpel. Kemudian mengambil organ jantung dari ikan.
b. Fiksasi 
 Membersihkan botol kaca kecil untuk wadah sampel dengan menggunakan pembersih botol dan aquades. Meletakkan preparat (jantung) yang telah dipotong tipis/ kecil, kedalam botol kaca kecil. Masukkan larutan Bouins dengan menggunakan pipet tetes untuk mengfiksasi jaringan kedalam botol kaca yang sudah berisi preparat. Merendam preparat selama 24 jam.
c. Washing 
 Mengeluarkan larutan Bouins dengan pipet tetes yang dipakai pada proses fiksasi. Merendam preparat selama 2 x 15 menit dengan menggunakan alkohol 70%, untuk hasil maksimal botol sampel digoyangkan.
d. Dehidrasi 
 Mengeluarkan alkohol 70% dengan pipet tetes yang berbeda untuk tiap larutan pada proses washing. Masukkan larutan alkohol 70% ke dalam botol kaca menggunakan pipet tetes hingga sampel terendam. Setelah 15 menit pertama keluarkan alkohol 70% dan mengganti dengan alkohol 70% yang kedua, kemudian sampel kembali direndam selama 15 menit. Mengganti alkohol 70% dengan memasukkan larutan alkohol 80% selama 2 x 15 menit dengan menggunakan pipet tetes yang baru. Mengganti alkohol 80% dengan memasukkan larutan alkohol 96%, selama 2 x 15 menit dengan mengunakan pipet yang baru.
e. Clearing 
 Mengeluarkan alkohol 96% dari botol sampel, yang dipakai pada proses dehidrasi dengan pipet tetes. Memasukkan larutan Xylene kedalam botol sampel sehingga sampel terendam selama 2 x 15 menit.
f. Impregnasi 
 Mengeluarkan sampel yang telah direndam didalam larutan Xylene, dan memasukkan sampel kedalam cassette dan dekkel. Sampel dipindahkan dalam moldtray secara bergiliran kedalam 3 wadah yang terdapat dalam moldtray. Memasukkan sampel kedalam wadah I yang mengandung xylene dan paraffin murni dengan perbandingan 1 : 1 selama 30 menit, setelah 30 menit preparat dipindahkan lagi kedalam wadah II yang mengandung paraffin cair selama 30 menit, dan selanjutnya dimasukkan lagi kedalam wadah III yang berisi paraffin cair.
g. Embedding 
 Sampel yang sudah diimpregnasi diletakkan secukupnya dalam lempengan blok (dibagian worksurf dari Histoembedder) dengan posisi yang sudah diatur sedemikian rupa. Kemudian lempengan blok ini diisi dengan parafin cair dan ditutup dengan cassete & deckel dan diberi tanda. Kemudian didinginkan di cold plate selama 5 -10 menit atau sampai parafin mengeras.
h. Cutting 
 Proses pemotongan ini dilakukan dengan menggunakan mikrotom berfungsi sebagai alat pemotong jaringan, sampel dipotong dengan ketebalan 5-7 mikrometer. Kemudian potongan sampel ini diletakkan di objek glass. Dan ditetesi aquades. Lalu diletakkan di penangas air selama + 24 jam.
i. Staining 
 Memasukkan preparat ke dalam xylene selama 2 x 15 menit Kemudian di rehidrasi dengan alkohol berkonsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah yaitu alkohol 96%, alkohol 80% dan alkohol 70% masing-masing selama 10 menit. Kemudian jaringan direndam dalam aquades selama 10 menit. Setelah itu memasukkan jaringan kedalam pewarna Haematoksilin selama 20 menit. Kemudian memasukkan jaringan kedalam eosin selama 1 menit . Lalu di dehidrasi dari alkohol konsentrasi rendah ke tinggi 70%, 80%, dan 96% masing-masing selama 10 menit. Proses terakhir yakni jaringan ini dicelupkan kedalam xylene dan ditiriskan.
j. Mounting 
 Proses mounting yaitu memberikan entelan diatas object glass kemudian merekatkannya dengan deg glass. Entelan ini berfungsi sebagai perekat.
k. Pengamatan 
 Objek glass diberi entelan dan ditutup dengan deglass. Kemudian mengamati jaringan jantung ikan nila (Oreochromis niloticus) dibawah mikroskop.
 
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 
 
A. Gambar Histologi Jantung Ikan Nila Normal dan Abnormal
 
Gambar 2. Histologi jantung ikan nila (sampel praktikum)   

Gambar 4. Histologi Jantung Abnormal Ikan nila (Oreochromis niloticus)
Keterangan:
1. Melanophore
2. Nerve Cell
3.   Cardiac Muscle
A. Prosedur Histologi
Pada gambar di atas dapat di lihat bahwa gambar 2 adalah jaringan jantung yang normal, dimana pada jaringan jantung normal terlihat cardiacmuscle dan nerve cell yang masih utuh dan terlihat tersusun rapi . Sedangkangambar 3 adalah jaringan jantung abnormal, pada jaringan jantung abnormal terlihat kondisi cardiac muscle dan nerve cellnya tidak utuh dan terlihat tidak rapi. Hal ini terjadi pada jaringan jantung ikan yang kebanyakan terserang oleh adanya bakteri maupun virus. Jaringan jantung yang abnormal berdampak pada kinerja sistem peredaran darah pada ikan. Sehingga membuat ikan akan mati secara perlahan-lahan. Dalam pembuatan preparat histologis, dilakukan berbagai tahapanprosedur diantaranyafiksasi,washing,dehidrasi,clearing,impregnasi,embedding, cutting, dan staining.   
 Prosesfiksasi adalah proses perendaman preparat organ ke dalam larutan fiksatif dalam hal ini bouins yang dilakukan selama 24 jam. Tujuan dilakukannya fiksasi adalah mencegah terjadi kerusakan pada jaringan, menghentikan proses metabolisme secara cepat, mengawetkan komponen sitologis dan histologis, mengawetkan keadaan sebenarnya, mengeraskan materi yang lembek, dan jaringan-jaringandapat di warnai sehingga bisa diketahui bagian-bagian jaringan. Proses fiksasi dilakukan selama 24 jam agar larutan bouins dapat terserap secara maksimal di dalam preparat histologis jaringan, fiksasi yang terlalu lama juga dapat menyebabkan kerusakan pada preparat jaringan. 
 Setelah melakukan proses fiksasi selama 24 jam, kemudian dilakukan prosedur lanjutan untuk menghilangkan larutan bouins yang ada pada preparat. Prosedur tersebut adalahwashing dengan menggunakan alkohol 70%. Alkohol digunakan agar larutan bouins dapat keluar dari preparat jaringan. 
 Selanjutnya tahapdehidrasi, dehidrasi digunakan untuk menghilangkan air dalam jaringan. Bahan yang digunakan untukdehidrasi harus mampu menggantikan fungsi air. Dehidrasi yang baik menurut Botanika (2008) dilakukan secara bertahap yaitu mulai dari konsentrasi 70% sesuai dengan pelarut Bouin formol kemudian berturut-turut ke dalam alkohol 80%, 90%, 96% dan alkohol absolut. Pada setiap konsentrasi dilakukan pengulangan 3 kali. Tetapi yang digunakan dalam praktek adalah alkohol 70%-96% agar jaringan benar-benar bersih dari larutan bouins.  Setelah prosesdehidrasi selesai, dilanjutkan dengan prosesclearing,
clearing dilakukan pada jaringan agar alkohol yang terdapat pada jaringan dapat  keluar.Clearing ataudealkoho lisas i ini dapat menggunakan aceton, benzol, toluol, dan xilol. Proses clearing dapat dilakukan selama 24 jam (Jvetunud, 2008). Dalam praktikum ini digunakan xilol pada saat prosesclearing, tujuan digunakan xilol yaitu agar nantinya jaringan dapat mudah menyatu dengan parafin. Dan waktu yang digunakan yaitu 2 x 15 menit. Waktu 2x15 menit digunakan agar alkohol yang terdapat pada jaringan dapat keluar secara maksimal. Dan prosesclearing tidak dilakukan selama 24 jam karena akan menyebabkan kerusakan pada jaringan akibat pengaruh xilol yang lama. Penentuan jangka waktuclear ing juga di pengaruhi oleh jenis jaringan itu sendiri. Selanjutnya yaitu proses penyusupan parafin ke dalam preparat organ. Proses ini tujuannya untuk mengeraskan dan mengakukan jaringan agar jaringan terlihat jelas bagian-bagian dan lebih mudah dilakukan proses pemotongan atau cutting. Tahapan impregnasi dilakukan dengan memasukkan jaringan dalam
cassettedan deckle kemudian merendamnya dengan parafin cair, parafin dipilihsebagai media penanaman karena dapat mengakukan jaringan namun masih tetap dapat dipotong pada saat cutting serta mudah meleleh ketika di panaskan diatas penangas air. Perendamannya dalam parafin sebanyak 3 tahapan, dimana tahapan pertama parafin yang digunakan tidak seluruhnya parafin murni tapi sebagian adalahxylene (perbandingan parafin xylene (1:1) hal ini dilakukan untuk mengadaptasikan preparat terlebih dahulu dengan parafin setelah perendaman sebelumnya dengan xylene. Setelah 30 menit barulah dua tahapan selanjutnya dilakukan dengan perendaman jaringan pada parafin murni (tanpa campuranxylene sama sekali).Selanjutnya yaitu menanam preparat jaringan atau dilakukan prosedural embedding dengan meletakkan pada lempengan blok dan diisi lagi denganparafin cair yang ditutupi olehcassett e dandeckle. Setelah proses embedding
selesai, lempengan blok kemudian didinginkan diatas cold plate agar parafincepat mengeras. Tahap selanjutnya yaitu pemotongan jaringan dengan menggunakan pisau mikrotom. Proses ini disebutcut t ing menggunakan pisau mikrotom. Pisau mikrotom merupakan pisau khusus yang digunakan untuk pemotongan preparat histologis jaringan. Oleh karena itu pisau mukrotom harus benar-benar tajam. Selain ketajaman pisau, suhu juga berpengaruh terhadap pemotongan jaringan. Pengaruhnya yaitu bila suhu naik atau panas, maka prosescutt ing jaringan akan rusak akibat mencairnya paraffin sedikit demi sedikit akibat panas.Kemudian prosedur terakhir yang dilakukan pada jaringan jantung adalah proses pewarnaan ataust aining. Hal ini dilakukan agar memperjelas bagian- bagian jaringan pada jantung ikan nila saat pengamatan, dalam proses pewarnaan menggunakanhaematoxilin berwarna biru yang berfungsi memberikan warna pada inti sel,xylene yang berfungsi untuk membersihkan parafin,eosin yang berwarna merah bersifat asam tujuannya untuk melawan sitoplasma, dan rehidrasi dengan alkohol 96% - 70% sebagai media penghantar untuk proses pewarnaan dengan HE. Apabila proses ini tidak dilakukan maka akan mempersulit pada saat pengamatan di bawah mikroskop.Selanjutnya tahap terakhir yang dilakukan pada jaringan jantung adalah
prosesmount ing, dalam proses ini sampel jaringan yang telah melalui tahapstaining diberikan entelan yang berfungsi sebagai perekat antara deg glassdanobject glass. Setelah deg glassdan object glass terekat dengan baik kemudian
dillakukan pengamatan dibawah mikroskop dan mengambil gambar jaringan
yang didapat dengan menggunakan kamera digital.

 
 

 
 



 

Jumat, 27 Mei 2011

PEMBERIAN PAKAN

I.     PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Ikan merupakan salah satu pangan bergizi, selain sumber protein juga sumber asam lemak esensial yang menunjang perbaikan kualitas sumberdaya manusia. Untuk mendukung pengadaan ikan sebagai pangan tidak hanya mengandalkan hasil laut, tetapi juga perlu digalakkan usaha perikanan budidaya.
Berbagai macam bahan gizi pakan ikan/makanan yang sangat penting bagi kebutuhan ikan. Ikan merupakan salah satu jenis organisme air sumber pangan bagi manusia yang banyak mengandung protein. Agar dapat dibudidayakan dalam waktu yang relatif tidak terlalu lama maka dalam proses pembudidayaannya selain menggunakan pakan alami juga memberikan pakan buatan. Pakan buatan yang diberikan pada ikan harus mengandung zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan ikan tersebut. Saat ini dengan semakin meningkatnya ilmu pengetahuan tentang nutrisi ikan maka pabrik pakan buatan ikan menyusun formulasi pakan sesuai dengan kebutuhan gizi setiap jenis ikan yang akan dibudidayakan.
Nutrien atau kandungan zat gizi dalam bahan pakan di bagi menjadi enam bagian yaitu : energi, protein dan asam amino, lipid dan asam lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.
Budidaya perikanan secara intensif, biaya pakan merupakan biaya produksi terbesar. Pemanfaatan bahan pakan lokal hasil pertanian dan ikutannya seoptimal mungin dapat mengurangi biaya ransum. Ransum adalah faktor penentu terhadap pertumbuhan dalam teknologi budidaya. Optimalitas performan ternak ikan hanya dapat terealisasi apabila diberi ransum bermutu yang memenuhi persyaratan tertentu dalam jumlah yang cukup. Penggunaan bahan pakan penyusun ransum ikan yang umum digunakan, sering menimbulkan persaingan, sehinga harga ransum tinggi. Untuk itu, diperlukan upaya untuk mencari alternatif sumber bahan pakan yang murah, mudah didapat, kualitasnya baik, serta tidak bersaing dengan pangan.
Income over feed and fish cost berpengaruh besar dalam menentukan keuntungan dan kerugian dari suatu budidaya perikanan. Semakin efisien ransum yang diubah menjadi daging, maka semakin baik pula nilai income over feed cost. Hal tersebut turut ditentukan pula oleh harga bahan pakan di pasaran.
1.2 Tujuan dan Manfaat
Tujuan dan manfaat dari praktikum manajemen pemberian pakan adalah untuk menguji kualitas pakan baik secara kimia, biologi maupun fisika serta untuk mengetahui cara pembuatan silase dan fermenntasi ampas tahu sebagai bahan pembuatan pakan yang bernilai gizi tinggi serta mudah dibuat dan mudah dimanfaatkan oleh ikan.








II.  TINJAUAN PUSTAKA

Uji secara kimia bertujuan untuk mengetahui kandungan gizi pada pakan buatan yang telah dibuat pakan sesuai dengan formulasi pakan yang disusun. Uji coba ini sangat berguna bagi konsumen dan juga sebagai pengawasan mutu pakan yang diproduksi. Uji pakan secara kimia meliputi : uji kadar air, uji kadar protein, uji kadar lemak, kadar Serat kasar, dan kadar abu (Gusrina, 2008).
Untuk menurunkan kadar air suatu bahan, secara konvensonal dimanfaatkan sinar matahari, karena praktis dan murah, juga masih merupakan plihan walaupun saat ini telah dikenal berbagai cara pengeringan secara moderen. Menurut FAO di negara-negara berkembang sekitar 225 juta ton hasil-hasil pertanian seperti kacang-kacangan, biji-bijian, dikeringkan secara alamiah dengan cara penjemuran (Maliyati dkk, 1992).
Uji coba pakan secara fisik bertujuan untuk mengetahui stabilitas pellet didalam air (Water Stability Feed) yaitu daya tahan pakan buatan didalam air. Selain itu uji fisik dapat dilakukan dengan melihat kehalusan dan kekerasan bahan baku pakan yang akan sangat berpengaruh terhadap kekompakan pakan didalam air (Gusrina, 2008).
Uji coba pakan secara biologis dilakukan untuk mengetahui bebrapa parameter biologis yang sangat diperlukan untuk menilai apakah pakan ikan yang dibuat dapat memberikan dampak terhadap ikan yang mengkonsumsinya (Gusrina, 2008).
Komunitas ikan dapat dikelompokkan menjadi kelompok ikan herbivora atau detritivora, karnivora dan omnivora berdasarkan bahan makanan yang dimakannya. Kelompok ikan herbivora atau detritivora memakan detritus dan plankton sebagai makanan utamanya. Kelompok ikan omnivora memakan pakan alami berupa serangga air, udang, anak ikan dan tumbuhan air. Sedangkan ikan karnivora makanan utamanya ialah udang dan anak ikan (Purnomo, Satria dan Azizi, 1992).
Dilihat dari kebiasaan makannya, nila termasuk jenis omnivora, yaitu pemakan tumbuhan dan hewan. Jenis makanan yang dibutuhkan tergantung umurnya. Pada stadia larva pakan utamanya adalah alga bersel tunggal crustacea kecil dan benthos. Ukuran benih sampai fingerling lebih menyukai zooplankton. Sedangkan ukuran pembesaran menyukai pakan buatan (Sudjana, 1988).
Aspek fisiologi pencernaan dan pakan merupakan faktor penting untuk memacu pertumbuhan, karena menurut Wiadnya, dkk (2000), lambatnya pertumbuhan diduga disebabkan dua faktor utama, yaitu :
a. Kondisi internal ikan sehubungan dengan kemampuan ikan dalam mencerna dan memanfaatkan pakan untuk pertambahan bobot tubuh.
b. Kondisi eksternal pakan, yang formulasinya belum mengandung sumber nutrien yang tepat dan lengkap bagi ikan sehingga tidak dapat memacu pertumbuhan pada tingkat optimal.
Pengolahan bahan yang akan dimanfaatkan sebagai pakan ikan sangat penting dilakukan sebab bahan-bahan tersebut pada umumnya tidak segera digunakan (Anonmous, 1994). Secara umum dusahakan bahan pakan berada dalam keadaan layak smpan dengan kadar ar 10%.
Keberadaan ikan pada suatu perairan sangat tergantung pada ketersediaan
makanan yang dibutuhkannya. Makanan adalah salah satu aspek ekologis yang mempunyai peranan penting dalam menentukan besarnya populasi, pertumbuhan dan reproduksi ikan (Nikolsky, 1963).
Silase adalah suatu produk cair yang dibuat dari ikan dan sisa olahan hasil perikanan yang dicairkan oleh enzim-enzim yang terdapat pada ikan itu sendiri dengan bantuan asam yang sengaja ditambahkan. Penambahan asam dimaksudkan untuk menghambat pertumbuhan dan membunuh jasad renik (bakteri pembusuk) disamping itu untuk mempercepat proses pencairan.
Penambahan asam formiat pada daging ikan dimaksudkan untuk membantu proses pencernaan seperti kejadian pada lambung, yaitu penyederhanaan protein dengan proses hydrolisa dengan bantuan asam formiat menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana yaitu polipeptida dan asam amino. Proses hydrolisa memungkinkan protein menjadi cair dan enzim yang ada dalam daging ikan akan mengurai protein. Hasil hidrolisa ini mempemudah ikan mencerna pakan yang berasal dari silase.
Fermentasi adalah suatu reaklsi kimia dalam merubah substrat dengan bantuan enzim dalam organism sel tunggal sebagai biokatalisator, untuk membentuk bahan lain sebagai produk dari reaksi tersebut. Hasil tersebut berupa asam amino, vitamin, enzim dan senyawa isovlavon.





III. BAHAN DAN METODE

3.1. Waktu dan tempat
Praktikum ini dilaksanakan dari tanggal 13 April 2010 sampai dengan 18 Mei 2010. Materi yang menjadi topic praktikum ada tiga yaitu feeding trial, silase dan fermentasi.
Semua praktikum ini dilaksansakan di laboratorium Nutrisi Ikan milik Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.
3.2. Bahan dan Alat
A. Bahan dan alat yang digunakan pada praktikum “feeding trial” adalah:

·      Akurium yang berukuran 40x40x60 cm sebanyak 2 buah serta peralatan.
·      Makanan yang diberikan/ yang akan di evaluasi
·      Ikan uji yaitu ikan nila ukuran 3-8 cm
·      Aerator
·      Selang penyipon
·      Saringan dan wadah timbangan
·      Wadah makanan
·      Gelas ukur
·      Timbangan OHAUS


B. Bahan dan alat yang digunakan pada praktikum ”pembuatan silase ikan” adalah:

Ø  ikan rucah
Ø  timbangan
Ø  wadah
Ø  toples
Ø  alat penggiling ikan
Ø  asam formiat (NaOH)


C. Alat dan bahan yang digunakan pada praktikum ”fermentasi” adalah:

ü ampas tahu sebagai substrat
ü Rhyzopus spp. Sebagai stater
ü Kantong plastik
ü Rak untuk fermentasi
ü Kompor
ü Kukusan
ü Sendok dan wadah


3.3. Metode Praktikum
Metode yang digunakan pada semua praktikum manajemen pemberian pakan ini adalah metode pengamatan secara lansung pada objek yang bersangkutan yaitu berupa ikan-ikan uji.
3.4. Prosedur Praktikum
A. Prosedur praktikum “feeding trial” adalah:
·      Ikan yang akan diuji diadaptasi dengan makanan dan wadah percobaan. Kedalam wadah percobaan telah diisi air sebanyak 72 liter dan diberi aerasi. Padat tebar ikan sebanyak 20 ekr per wadah.
·      Pada setiap wadah diberi makanan pelet yang medngandung protein sebanyak 25%.
·      Perlakuan dalam percobaan ini adalah pemberian pakan 2,3 dan 4 kali sehari sebanyak 10% dari berat badan ikan.
·      Setiap hari makanan yang tersedia pada hari sebelumnya dibuang dengan cara penyiponan dan 20% airrnya diganti.
·      Ikan ditimbang sebanyak 25% dari populasi, setiap minggu untuk penyesuaian maakanan.


B. Prosedur praktikum “pembuatan silase ikan adalah:
Ø ikan digiling sekecil mungkin
Ø tambahkan asam formiat 3% dari berat ikan
Ø simpan dalam wadah plastic tertutup
Ø setiap hari diaduk rata selama 4-5 hari sehingga seluruh potongan menjadi cair
Ø sebelum diolah untuk pakan maka silase dinetralkan dengan penambahan bahan yang bersifat basa (NaOH) secukupnya
Ø silase dikeringkan dan disimpan dalam bentuk cair
C. Prosedur praktikum “fermentasi”
ü ampas tahu dikeringkan dengan kadar air 10%
ü dikukus dan didinginkan
ü setelah dingin diberi stater 5 gr untuk 1,2 kg substrat dan diaduk rata.
ü Bahan yang telah tercampur rata dimasukkan kedalam kantong plastic yang telah diberi lubang untuk suplay oksigen selama fermentasi
ü Diinkubasi dengan suhu kamar selama 3 hari
ü Ahir dari fermentasi bahan dikukus selama 10 menit untuk menmghentikan proses fermentasi
ü Bahan yang sudah dsikukus kemudian dipotong dan dikeringkan, setelah kering dihaluskan hingga menjadi tepung dan siap untuk dijadikan bahan pakan





IV. HASIL  DAN  PEMBAHASAN

4.1. Hasil
A. Hasil praktikum ”feeding trial”
Praktikum ke:
Akuarium ke:
Berat ikan
(gr)
Berat pakan/hari
(10% dari berat tubuh) gr

I
1
22,9
2,29
2
18,3
1,83
3
28
2,8

II
1
19,5
1,95
2
26
2,6
3
39,8
3,98

III
1
23,5
2,35
2
25,5
2,55
3
30,1
3,01

IV
1
29,5
2,95
2
32,6
3,26
3
37,0
3,70

V
1
26,2

2
29,2

3
34,5


B. Berat tepung silase ikan =         gr
C. Berat tepung fermentasi =        gr

4.2 Pembahasan
Keberadaan ikan pada suatu perairan sangat tergantung pada ketersediaan makanan yang dibutuhkannya. Makanan adalah salah satu aspek ekologis yang mempunyai peranan penting dalam menentukan besarnya populasi, pertumbuhan dan reproduksi ikan (Nikolsky, 1963).
Konsumsi pakan ikan merupakan ukuran kebutuhan suatu populasi ikan terhadap sumber makanannya (Gerking dan Shelby, 1972). Pakan yang dikonsumsi pertama-tama akan digunakan untuk memelihara tubuh dan mengganti sel yang rusak, selebihnya untuk pertumbuhan dan reproduksi (Brett dan Groves, 1979).
Pengaturan konsumsi pakan oleh ikan merupakan pengaturan energi yang masuk, sehingga jumlah pakan yang dikonsumsi disesuaikan dengan laju metabolismenya (Peter, 1979). Pada dasarnya ikan akan mengkonsumsi pakan pada saat merasa lapar (nafsu makan tinggi) dan jumlah pakan yang dikonsumsi akan semakin menurun bila ikan mendekati kenyang (Hepher, 1988). Menurut Ware (1972, dalam Grove, dkk., 1978), nafsu makan ikan berhubungan erat dengan kepenuhan lambung, dan proses ini dikontrol oleh sistem syaraf pusat. Menurut Vahl (1979), kekenyalan lambung akan memomitor tingkat kepenuhan lambung pada ikan, dan selanjutnya menginformasikan tentang ruang yang tersedia dalam lambung untuk kegiatan makan berikutnya ke pusat-pusat makan di hipothalamus, yaitu Lateral Hipothalamus. LH ini merupakan pusat pengatur dan pengontrol tingkah laku makan pada teleostei (Peter, 1979).
Ikan mengkonsumsi makanan pertama-tama untuk memenuhi kebutuhan energinya. Kandungan energi dalam pakan berkaitan eratdengan konsumsi pakan.  enurut Robinson et.al. (2001) energi dalam pakan akan mempengaruhi asupan pakan pada ikan yang diberi makan secara ad libitum. Jika energi dalam pakan terlalu tinggi, ikan akan cepat kenyang sehingga menghentikan konsumsi pakannya. Selain itu Nematipour, dkk. (1992) menyatakan bahwa tingginya energindalam pakan ikan menyebabkan terjadinya akumulasi lemak yang tinggi pada tubuh ikan sehingga akan membatasi jumlah pakan yang dikonsumsi. Dengan demikian jelas bahwa tingkat energi di dalam ransum berpengaruh besar terhadap jumlah pakan yang dikonsumsi ikan.
Silase merupakan produk alternative yang dapat menggantikan tepung ikan sebagai sumber protein dalam pakan budidaya ikan. Silase ini mudah dibuat, alat yang diperlukan sederhana, tidak tergantung pada jumlah bahann mentahnya dan keadaan cuaca. Produknya tidak diinvestsi oleh lalat. Modal yang diperlukan relative kecil serta dalam memproduksinya tidak menghasilkan limbah pada lingkungan.
Proses fermentasi dari bahan pakan ikan diharapkan dapat meningkatkan daya guna dan gizi bahan pakan seperti peningkatan kadar protein, meningkatkan daya cerna, dan meningkatkan selera makan. Kadar protein akan meningkat karena proses biosintesis mikro organism dari energy substrat. Daya cerna akan meningkat karena serat bahan nabati yang sukar dicerna akan dikonversi menjadi bahan hewani dari struktur organism bersel tunggal. Tingkat konsumsi meningkat karena aroma fermentasi dari gas yang terbentuk akan merupakan atractan bagi ikan.
Untuk dapat terjadi fermentasi, dibutuhkan substrat organic sebagai sumber energy dalam proses fermentasi. Organism stater yang sesuai dengan jenis substrat, yang lazim dipakai adalah dari spesies Rhyzopus spp. Supaya terjadi fermentasi yang baik sangat dipengaruhi oleh lingkungan seperti kelembapan, suhu, pH dan nutrisi yang tersedia. Lingkungan optimal terjadinya proses fermentasi adalah suhu kamar antara 24-40°C, kelembapan 40-60%.















V. KESIMPULAN DAN SARAN


5.1. Kesimpulan
Dalam budidaya ikan pakan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan dalam keberhasilan suatu budidaya ikan selain kualitas air. Pakan dalam kegiatan budidaya ikan sangat dibutuhkan oleh ikan untuk tumbuh dan berkembang. Pemberian pakan dalam suatu usaha budidaya sangat bergantung kepada beberapa faktor antara lain adalah jenis dan ukuran ikan, lingkungan dimana ikan itu hidup dan teknik budidaya yang akan digunakan.
Pemberian pakan adalah kegiatan yang rutin dilakukan dalam suatu usaha budidaya ikan oleh karena itu dalam manajemen pemberian pakan harus dipahami tentang beberapa pengertian dalam kegiatan budidaya ikan sehari-hari yang terkait dengan manajemen pemberian pakan antara lain adalah feeding frekuensi, feeding time, feeding behaviour, feeding habits, feeding periodicity dan feeding level.
Pertumbuhan adalah perubahan ukuran baik panjang, berat atau volume dalam jangka waktu tertentu. Pertumbuhan ini secara fisik diekspresikan dengan adanya perubahan jumlah atau ukuran sel penyusun jaringan tubuh pada periode waktu tertentu. Sedangkan secara energetik , pertumbuhan diekspresikan dengan adanya perubahan kandungantotal energi tubuh pada periode waktu tertentu (Rahardjo et al, 1989).
Pertumbuhan terjadi apabila ada kelebihan energi bebas setelah energi yang tersedia dipakan untuk metabolisme standar, energi untuk proses pencernaan dan energi untuk aktivitas.

5.2. Saran
Saran yang bisa diberikan untuk para praktikan adalah agar para praktikan benar-benar melakukan praktikum ini sesuai prosedur yang ada, sehingga hasil yang diperoleh bisa dipertanggung jawabkan. Karena ilmu yang bisa kita peroleh dari praktikum ini sangat banyak dan bermanfaat bagi kita kedepannya.


















DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 1994. Kimia Makanan Ternak. Bagan Kimia Makanan dan Pengolahan Bahan Makanan Ternak. Departemen Ilmu Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Proyek Peningkatan Mutu Perguruan Tinggi.
Brett, J.R. dan T.D.D.Groves 1979. Physiological energetics dalam W.S. Hoar, D.J.
Gusrina. 2008. Budidaya Ikan Jilid 3. Diakses Dari http://ftp.lipi.go.id/pub/Buku_Sekolah_Elektronik/SMK/Kelas%20XII/Kelas%20XII_smk_budidaya_ikan_gusrina.pdf. Pada Tanggal 17 Mei 2009.
Maliyati, S.A., A. Sulaeman, F. Anwar. 1992. Pengolahan Pangan Tingkat Rumah
tangga. Departen Pendidikan dan Kebudayaan. Dirjen Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. PB. Bogor.
Nematipour, G.R., M.L. Brown, dan D.M. Gatlin III. 1992. Effects of dietary energy protein ratio on growth characteristic and body consumption of hybrid striped bass. Aquaculture, 107 :359-368.
Nikolsky, G.V. 1963. The Ecology of Fishes. Academic Press. New York.
Peter, R.E. 1979. The brain and feeding behavior. Hal 121-159 dalam Fish Physiology. Vol VIII. Academic Press, New York.
Purnomo, K.H. Satria dan A. Azizi. 1992. Keragaan Perikanan di Danau Semayang dan Melintang. Kalimantan Timur. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Perikanan Air Tawar 1992 / 1993. Hal. : 299-308.
Robinson, E.H., M.H.Lie, dan B.B. Manning. 2001. A Practical Guide to Nutrition. Feeds and Feeding of Catfish (2nd. Rev.). Bulletin 1113. Misissipi Agricultural and Foresty Experiment Station, USA. 44 hlm.
Sudjana, A. 1988. Pertumbuhan, Kelangsungan Hidup dan Produksi Ikan Nila Merah (Oreochromis sp.) yang dipelihara dalam kurungan Terapung pada Berbagai Padat Penebaran. Karya Ilmiah Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor. 35 hal.
Wiadnya, D.G.R, Hartati, Y. Suryanti, Subagyo, dan A.M. Hariati. 2000. Periode Pemberian Pakan yang mengandung Kitin untuk Memacu Pertumbuhan dan Produksi Ikan Gurame (Osphronemus goramy Lac.). Jurnal Peneltian Perikanan Indonesia, 6(2) :62-67.