Kamis, 23 Juni 2011

model budidaya ikan patin

Peluang usaha Budidaya Ikan Patin dapat dilakukan dalam dua bidang kegiatan yaitu kegiatan pembenihan dan kegiatan pembesaran sebagai ikan konsumsi. Kegiatan pembenihan merupakan upaya untuk menghasilkan benih pada ukuran tertentu. Produk akhirnya berupa benih berukuran tertentu, yang umumnya adalah benih selepas masa pendederan. Budidaya ikan patin sebagai pemenuhan bibit ini cukup memiliki prospek yang bagus karena permintaan bibit juga cukup besar. Budidaya ikan patin sebagai persediaan bibit ini memerlukan waktu yang relatif pendek sehingga perputaran modal bisa dipercepat. Budidaya ikan patin dalam kategori pembesaran biasanya dilakukan saat bibit ikan patin memiliki berat 8-12 gram/ekor, dan setelah 6 bulan dapat mencapai 600-700 gram/ekor. Sebagian petani ikan patin memanen setelah usia 3 sampai 4 bulan karena permintaan pasar ikan patin dengan bobot yang lebih rendah per ekornya. Budi Daya Ikan patin sebagai bibit dan ikan konsumsi memiliki peluang usaha yang sama-sama menguntungkan, tergantung pilihan kita mana yang lebih memungkinkan.

Persyaratan Budidaya Ikan Patin

Budidaya ikan Patin memerlukan beberapa persyaratan dan kondisi lingkungan yang optimal bagi pertumbuhan dan perkembangannya antara lain sebagai berikut :
1. Tanah yang baik untuk kolam pemeliharaan dan budi daya ikan patin adalah jenis tanah liat/lempung, tidak berporos. Jenis tanah tersebut dapat menahan massa air yang besar dan tidak bocor sehingga dapat dibuat pematang/dinding kolam.
2. Kemiringan tanah yang baik untuk pembuatan kolam berkisar antara 3-5% untuk memudahkan pengairan kolam secara gravitasi.
3. Apabila pembesaran patin dilakukan dengan jala apung yang dipasang disungai maka lokasi yang tepat yaitu sungai yang berarus lambat.
4. Kualitas air untuk pemeliharaan ikan patin harus bersih, tidak terlalu keruhdan tidak tercemar bahan-bahan kimia beracun, dan minyak/limbah pabrik. Kualitas air harus diperhatikan, untuk menghindari timbulnya jamur, maka perlu ditambahkan larutan penghambat pertumbuhan jamur (Emolin atau Blitzich dengan dosis 0,05 cc/liter).
5. Suhu air yang baik pada saat penetasan telur menjadi larva di akuarium adalah antara 26–28 derajat C. Pada daerah-daerah yang suhu airnya relatif rendah diperlukan heater (pemanas) untuk mencapai suhu optimal yang relatif stabil.
6. PH air berkisar antara: 6,5–7.

Teknik Budidaya Ikan Patin

A. Pembibitan Ikan Patin

Pembibitan Ikan Patin merupakan upaya untuk mendapatkan bibit dengan kualitas yang baik dan jumlah yang mencukupi permintaan. Cara Tradisional bibit ikan Patin diperoleh dengan menangkap dari habitat aslinya yaitu sungai, rawa, danau dan tempat-tempat lain. Untuk tujuan komersial bibit harus diupayakan semaksimal mungkin dengan pembibitan di kolam. Persiapan dan langkah-langkahnya sebagai berikut :
1. Memilih calon induk siap pijah.
Induk patin yang hendak dipijahkan sebaiknya dipelihara dulu secara khusus terlebih dahulu dengan pemeliharaan yang intensif. Selama pemeliharaan, induk ikan diberi makanan khusus yang mengandung protein tinggi. Selain itu, diberikan juga rucah dua kali seminggu sebanyak 10% bobot ikan induk. Langkah ini dilakukan untuk mempercepat kematangan gonad.
Ciri-ciri induk patin yang sudah matang gonad dan siap dipijahkan adalah
sebagai berikut :
a. Induk betina
  • Umur tiga tahun.
  • Ukuran 1,5–2 kg.
  • Perut membesar ke arah anus.
  • Perut terasa empuk dan halus bila di raba.
  • Kloaka membengkak dan berwarna merah tua.
  • Kulit pada bagian perut lembek dan tipis.
  • kalau di sekitar kloaka ditekan akan keluar beberapa butir telur yang bentuknya bundar dan besarnya seragam.
b. Induk jantan
  • Umur dua tahun.
  • Ukuran 1,5–2 kg.
  • Kulit perut lembek dan tipis.
  • Bila diurut akankeluar cairan sperma berwarna putih.
  • Kelamin membengkak dan berwarna merah tua.
2. Persiapan hormon perangsang/kelenjar hipofise dari ikan donor,Biasanya ikan mas.
Hormon perangsang dibuat dengan menggunakan kelenjar hipofise ikan mas, kelenjar hipofise dapat ditemukan pada bagian otak ikan mas, berwarna putih dan cukup kecil. Ambil dengan hati-hati dengan pinset. Setelah diambil dimasukkan ke dalam tabung kecil dan ditumbuk sampai benar-benar halus dan lebut, selanjutnya dicampur dengan air murni (aquades) yang dapat dibeli di apotik.
3. Kawin suntik (induce breeding).
Setelah kelenjar hipofise dicampur dengan air murni sudah siap, ambil dengan jarum suntik dan disuntikkan pada punggung Ikan patin. Ikan patin siap dipijahkan. Metode kawin suntik diterapkan untuk merangsang induk patin betina mengeluarkan telur untuk selanjutnya dibuahi oleh Patin Jantan.
4. Penetasan telur.
Telur yang sudah dibuahi akan menetas dalam waktu sekitar 4 hari, selama menunggu telur menetas perlu dipantau kondisi air. Ganti air sebagian dengan air bersih dari sumur.
5. Perawatan larva.
Benih ikan patin yang berumur 1 hari dipindahkan ke dalam akuarium atau bak berukuran 80 cm x 45 cm x 45 cm, bisa dalam ukuran yang lain. Setiap akuarium atau bak diisi dengan air sumur bor yang telah diaerasi. Kepadatan penebaran ikan adalah 500 ekor per akuarium. Aerator ditempatkan pada setiap akuarium agar keperluan oksigen untuk benih dapat tercukupi. Untuk menjaga kestabilan suhu ruangan dan suhu air digunakan heater atau dapat menggunakan kompor untuk menghemat dana. Benih umur sehari belum perlu diberi makan tambahan dari luar karena masih mempunyai cadangan makanan berupa yolk sac atau kuning telur. Pada hari ketiga, benih ikan diberi makanan tambahan berupa emulsi kuning telur ayam yang direbus. Selanjutnya berangsur-angsur diganti dengan makanan hidup berupa Moina cyprinacea atau yang biasa dikenal dengan kutu air dan jentik nyamuk.
6. Pendederan.
Benih Ikan patin dibesarkan pada kolam tebar atau bak dari semen, lebih bagus pada kolam lumpur karena mengandung banyak plankton dan fitoplankton sebagai pakan alami.
7. Pemanenan.
Benih ikan patin bisa dipanen sesuai dengan ukuran yang dikehendaki.

B. Pemeliharaan Pembesaran

Pemeliharaan Pembesaran ditujukan untuk pemenuhan Ikan Patin konsumsi. Ikan Patin dikonsumsi dalam berbagai ukuran, antara lain 200 gram sampai 1 kg. Masa panen menyesuaikan dengan permintaan pasar. Ada sebagian yang lebih senang ukuran kecil sekitar 200 gram ada yang lebih dari itu. Pada Usia 6 bulan ikan patin sudah mencapai bobot 600-700 gram.
Ikan Patin akan tumbuh lebih baik di kolam lumpur dengan aliran air yang mengalir cukup baik, meski demikian bisa juga dipeihara pada kolam semen yang tidak mengalir, tetapi perlu diperhatikan kualitas air agar tetap dalam konsisi yang baik. Langkah-langkah pemeliharaan Ikan Patin Sebagai Berikut:
1. Pemupukan
Pada kolam lumpur idealnya perlu dilakukan pemupukan sebelum ikan patin ditebarkan. Pemupukan kolam bertujuan untuk meningkatkan makanan alami dan produktivitas kolam, yaitu dengan cara merangsang pertumbuhan makanan alami sebanyak-banyaknya.Pupuk yang biasa digunakan adalah pupuk kandang atau pupuk hijau dengan dosis 50–700 gram/m 2.
2. Pemberian Pakan
Faktor yang cukup menentukan dalam budi daya ikan patin adalah faktor pemberia makanan. Faktor makanan yang berpengaruh terhadap keberhasilan budi daya ikan patin adalah dari aspek  kandungan gizinya, jumlah dan frekuensi pemberin makanan. Pemberian makan dilakukan 2 kali sehari (pagi dan sore). Jumlah makanan yang diberikan per hari sebanyak 3-5% dari jumlah berat badan ikan peliharaan. Jumlah makanan selalu berubah setiap bulan, sesuai dengan kenaikan berat badan ikan. Hal ini dapat diketahui dengan cara menimbangnya 5-10 ekor ikan contoh yang diambil dari ikan yang dipelihara (sampel). Pakan yang diberikan adalah Pelet dan bisa ditambahkan makanan alami lainnya seperti kerang, keong emas,bekicot, ikan sisa, sisa dapur dan lain-lain. Makanan alami yang diperoleh dari lingkungan selain mengandung protein tinggi juga menghemat biaya pemeliharaan.
3. Penanganan Hama Dan Penyakit
Salah satu kendala dan masalah Budi daya ikan patin adalah hama dan penyakit.  Pada pembesaran ikan patin di jaring terapung dan kolam hama yang mungkin menyerang antara lain lingsang, kura-kura, biawak, ular air, dan burung. Cegah akses masuk hama tersebut ke kolam atau dengan memasang lampu penerangan si sekitar kolam. Hama tersebut biasanya enggan masuk jika ada sinar lampu. Penyakit ikan patin ada yang disebabkan infeksi dan non-infeksi. Penyakit non-infeksi adalah penyakit yang timbul akibatadanya gangguan faktor yang bukan patogen. Penyakit non-infeksi ini tidak menular. Sedangkan penyakit akibat infeksi biasanya timbul karena gangguan organisme patogen.
4. Pemanenan Ikan Patin
Pemanenan adalah saat yang ditunggu pada budi daya ikan patin. Meski terlihat sederhana pemanenan juga perlu memperhatikan beberapa aspek agar ikan tidak mengalami kerusakan,kematian, cacat saat dipanen. Sayang jika budi daya ikan patin sudah berhasil dengan baik, harus gagal hanya karena cara panen yang salah. Penangkapan ikan dengan menggunakan jala apung akan mengakibatkan ikan mengalami luka-luka. Sebaiknya penangkapan ikan dimulai dibagian hilir kemudian bergerak kebagian hulu. Jadi bila ikan didorong dengan kere maka ikan patin akan terpojok pada bagian hulu. Pemanenan seperti ini menguntungkan karena ikan tetap mendapatkan air yang segar sehingga kematian ikan dapat dihindari. Pemasaran Ikan Patin dalam bentuk segar dan hidup lebih diminati oleh konsumen, karena itu diusahakann menjual dalam bentuk ini. Harga Ikan Patin Per kilogram kurang lebih Rp 15.000. ( Galeriukm ).

Kamis, 16 Juni 2011

patin

1. PENDAHULUAN
Ikan Patin (pangasius pangasius) merupakan. ikan air tawar yang berukuran besar dan bernilai ekonomis penting sebagai ikan konsumsi. Sejak beberapa tahun terakhir ini budidaya ikan Patin ini cukup berkembang pesat.

Dalam budidaya Ikan Patin terdapat beberapa sub-system kegiatan, yaitu ; pembenihan, pendederan dan pembesaran. Kegiatan pembenihan merupakan kegiatan awal dari seluruh kegiatan budidaya perikanan.

Permintaan akan benih/larva Patin oleh pembudidaya meningkat. Benih Patin larva selama ini diproduksi oleh UPR serta panti-panti benih milik pemerintah.

Sejalan dengan hal tersebut, di Balai Pengembangan Budidaya Perikanan Air Tawar telah dilakukan kegiatan pembenihan Patin secara intensif yang dilakukan di ruang tertutup dengan sistem resirkulasi air.


2. MANAJEMEN INDUK

Induk dari lkan Patin yang sehat dan tidak cacat dengan ukuran minimal 3 kg dan umurnya lebih dari 2,5 tahun untuk betina, sedangkan untuk Induk jantan berumur 1,5 tahun dengan bobot 2 kg.

Induk dipelihara di kolam berukuran 30 x 20 x 1,5 m dengan kepadatan 1 kg/m2. Pakan yang diberikan berupa pellet dengan kadar protein minimal 28% sebanyak 2 - 3% dari biomas/hari.

Frekuensi pemberian pakan dilakukan 2 kali/hari pada pagi dan sore hari.


3. SELEKSI INDUK

Pengecekan tingkat pematangan gonad induk dilakukan dengan cara sebagai berikut :

A. Induk Betina.
Bagian perutnya terlihat membuncit dan lunak, serta daerah sekitar lubang genitalnya berwarna kemerahan.

B. Induk Jantan.
Bagian perut terlihat biasa, bentuk alat kelamin menonjol, bila dipijit bagian perut kearah lubang genitalnya akan mengeluarkan cairan sperma berwarna putih susu


4. PEMBENIHAN IKAN PATIN.

A. Pengecekan telur dengan menggunakan kateter.
■ telur berbentuk bulat, besar, kental dan berwarna putih kekuning-kuningan;
■ Induk jantan kulit perut lembek dan tipis serta alat kelamin membengkak berwarna merah tua.

B. Penyuntikan Induk.
■ Penyuntikan pertama, induk betina dengan. HCG 500 lu/kg + Aquades 2 CC;
■ Induk disimpan dalam -waring atau bak selama kurang lebih 24 jam;
■ Penyuntikan kedua, induk betina dengan Ovaprim 0,6 cc/kg, induk jantan dengan Ovaprim 0,3 cc/kg + Aquades sedikit,
■ Induk disimpan dalam waring atau bak selama 8 -15 jam.

C. Striping dan Pembuahan Buatan.

• Striping induk betina, telur ditampung dalam wadah baskom;
• Campurkan sperma ke dalam baskom dengan cara mengurut bagian perut induk jantan;
Tambahkan larutan NaCI sedikit-demi sedikit sambil diaduk dengan menggunakan bulu ayam sampai sperma bercampur dengan seluruh butir telur;


■ Setelah telur dibuahi kemudian telur dibilas dengan air bersih dengan tujuan menghilangkan lendir;
• Kemudian dicampur dengan larutan tanah/lempung yang sudah disterilkan dengan perbandingan 1 kg tanah : 2 liter air;
■ Telur dibilas dengan air bersih sampai telur benar-benar bersih seperti semula;
■ Telur Patin telah siap ditetaskan.;
• Telur akan menetas setelah 18 - 24 jam;
• Larva dipanen dengan menggunakan sair, ditampung dalam wadah penampungan yang dilengkapi aerasi;
■ Daya tetas telu 70 - 90%;
■ Produksi 200.000 - 300.000 ekor/3 ekor induk.

D. Penetasan Telur Sistem Resirkulasi, Keuntungan Penetasan Sistem Resirkulasi.
■ Lebih praktis;
■ Tidakmemerlukan tempat yang luas;
■ Daya tetas telur meningkat.

Sabtu, 04 Juni 2011

sidat


1. PENDAHULUAN
Ikan Sidat (anguilla bicolor), termasuk famili Anguillidae, ordo Apodes. Di Indonesia diperkirakan paling sedikit terdapat 5 (lima) jenis Ikan Sidat, yaitu : Anguilla encentralis, A. bicolor bicolor, A. borneonsis, A. Bicolor Pacifica, dan A. celebensis.


Ikan Sidat tumbuh di perairan tawar (sungai dan danau) hingga mencapai dewasa, setelah itu Ikan Sidat dewasa beruaya ke laut dalam untuk melakukan reproduksi. Larva hasil pemijahan akan berkembang, dan secara berangsur-angsur terbawa arus ke perairan pantai. Ikan Sidat yang telah mencapai stadia elver (glass eel) akan beruaya dari perairan laut ke perairan tawar melalui muara sungai.


Ruaya anadromus larva Sidat (elver) berhubungan dengan musim. Diperkirakan ruaya larva Ikan Sidat dimulai pada awal musim hujan, akan tetapi pada musim tersebut faktor arus sungai dan keadaan bulan sangat mempengaruhi intensitas ruayanya.

Ikan Sidat termasuk ikan karnivora. Di perairan umum Ikan Sidat memakan berbagai jenis hewan, khususnya organisme benthik seperti crustacea (udang dan kepiting), polichatea (cacing, larva chironomus dan bivalva serta gastropods). Aktivitas makan Ikan Sidat umumnya pada malam hari (nokturnal).



Ikan Sidat telah dibudidayakan secara intensif di Eropa khususnya di Norwegia, Jerman dan Belanda serta Asia, yaitu : Jepang, Taiwan dan China daratan. Di negara-negara lain seperti Australia, Indonesia dan beberapa negara Eropa dan Afrika Barat umumnya produksi Ikan Sidat masih mengandalkan dari hasil penangkapan di alam.. Ikan Sidat dapat dibudidayakan di dalam ruangan tertutup (indoor) dan di luar ruangan (outdoor). Di Indonesia dengan suhu lingkungan yang relatif konstan sepanjang tahun maka pemeliharaan Ikan Sidat dapat dilakukan di luar ruangan (out door).

Secara praktis Ikan Sidat dapat dibudidayakan di kolam tanah berdinding bambu, kolam beton (bak beton), pen dan keramba faring apung. Apa pun jenis wadah yang digunakan dalam budidaya Ikan Sidat yang hamus diperhatikan adalah bagaimana mencegah lolosnya ikan dari media budidaya.


2. LINGKUNGAN PERAIRAN YANG DIKEHENDAKI UNTUK BUDIDAYA IKAN SIDAT

a. Suhu.
Pada pemeliharaan benih Ikan Sidat lokal, A. bicolor bicolor, suhu terbaik untuk memacu pertumbuhan adalah 29°C.

b. Salinitas.
Pada pemeliharaan Ikan Sidat lokal.,, A. bicolor bicolor (elver), salinitas yang dapat memberikan pertumbuhan yang baik adalah 6 - 7 ppt.

c. Oksigen Terlarut.
Kandungan oksigen minimal yang dapat ditolelir oleh Ikan Sidat berkisar antara 0,5 - 2,5 ppm.

d. pH.
pH optimal untuk pertumbuhan Ikan Sidat adalah 7 - 8.

e. Amonia (N H3- N) dan Nitrit (NO2-N)
Pada konsentrasi amonia 20 ppm sebagian Ikan Sidat yang dipelihara mengalami methemoglobinemie dan pada konsentrasi 30 - 40 ppm seluruh Ikan Sidat mengalami methemoglobinemie.



3. KEBUTUHAN NUTRIEN

Seperti halnya jenis ikan-ikan lain, Ikan Sidat membutuhkan zat gizi berupa protein, lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral.
Kadar protein pakan optimal adalah 45% untuk ikan bestir (juvenil) dan sekitar 50% untuk ikan kecil (fingerling).


4. BUDIDAYA IKAN SIDAT PADA JARING APUNG

a. Jaring Apung.
Satu unit jaring apung memiliki empat kolam berukuran 7 x 7 m, dengan jaring berukuran 7 x 7 x 2,5 m dan mata jaring 2,5 inchi. Untuk menghindari lolosnya ikan, disekeliling tepian kolam bagian atas diberi penutup dari hapa dengan lebar 60 cm.


b. Benih Ikan Sidat.
Benih Ikan Sidat (Anguilla bicolor) berbobot 15 - 20 gram per ekor dengan panjang 20-30 cm.. Benih Ikan Sidat diperoleh dari Pelabuhan Ratu hasil tangkapan nelayan di perairan umum.

c. Padat Penebaran.
Setiap kolam ditebar 100 kg benih Ikan Sidat.

d. Pakan.
Pakan yang diberikan adalah pakan buatan berbentuk pasta dengan kandungan :
■ Protein 47,93%
■ Lemak 10,03%
■ Seratkasar 8,00%
■ BETN 8,32%
■ Abu 25,71%




Pakan diberikan sebanyak 3% dari berat total ikan Konvensi pakan sebesar 1,96.
Dengan konvensi tersebut akan diperoleh laju perturnbuhan
rata-rata 1,46`% dengan mortalitas 9,64 %.


e. Masa Pemeliharaan dan Panen.
Pemeliharaan Ikan Sidat pada kolam keramba jaring apung selama 7 - 8 bulan, dan masa. panen secara bertahap dapat dimulai pada masa pemeliharaan 4 bulan.

Ukuran Ikan Sidat yang, dipanen dapat - mencapai ukuran. konsumsi yaitu 180 - 200 gram per ekor.
Pemeliharaan ikan Sidat pada kolam keramba jaring apung merupakan salah satu alternatif dalam rangka penganekaragaman budidaya ikan pada kolam keramba jaring apung. Namun dalam penerapannya masih perlu diperhatikan kondisi serta kualitas perairan umum yang dipergunakan.

sumber :"dinas Perikanan Provinsi Jabar, 2008



Selasa, 31 Mei 2011


I  PENDAHULUAN

1.1      Latar Belakang
Sungai adalah perairan mengalir secara terus-menerus pada arah tertentu, berasal dari tanah, air hujan dan air permukaan yang akhirnya bermuara ke laut, sungai atau perairan terbuka yang luas. Sungai dicirikan oleh arus yang searah dan relatif kencang, dengan kecepatan berkisar antara 0,1 sampai 1,0 m/detik, serta sangat dipengaruhi oleh waktu, iklim dan pola drainase (Soemarwoto, 1980).
Sungai Citanduy berada di Propinsi Jawa Barat. Secara geografi terletak pada posisi 1080 04’ sampai dengan 1090 30’ BT dan 70 03’ sampai dengan 70 52’ LS.  Sungai Citanduy memiliki panjang  170 km, lebar 20 m dan kedalaman 15 m.  Hulu Sungai Citanduy terletak di Gunung Cakrabuana yang memiliki ketinggian 1721 m dan mengalir ke daerah hilir  melalui kabupaten  Tasikmalaya, Ciamis, dan Banjar (Jawa Barat) serta bermuara di Segara Anakan   Cilacap (Jawa Tengah). Aliran sungai Citanduy mempunyai luas 350.000 Ha, 57% dari luas tersebut merupakan lahan pertanian, sedangkan 33% berupa hutan dan perkebunan. Topografi dari wilayah sungai Citanduy yang merupakan daerah yang rata sekitar 30%, daerah bukit dan bergelombang sekitar 50% dan sisanya sekitar 20% mempunyai karakteristik berupa tebing atau lereng dengan tekstur tanah yang mudah tererosi (DPU, 2006).
Berdasarkan hasil survei yang telah dilakukan, ikan benter banyak ditemukan di Sungai Citanduy, namun dari tahun ke tahun pada akhirnya populasi ikan benter berkurang baik akibat over fishing atau karena penangkapan liar. Selain itu, penurunan kualitas perairan sebagai akibat dari faktor lingkungan seperti erosi tanah, pemukiman dan industri menyebabkan tekanan psikologis bagi ikan benter yang ada di perairan tersebut.  Ikan benter (Puntius binotatus) merupakan ikan dari jenis familia Cyprinidae, ikan ini banyak ditemukan pada perairan yang mengalir yang tidak terlalu dalam dan hidupnya memerlukan kondisi kualitas air yang mendukung. Ikan benter bersifat benthopelagic yang hidup antara bagian tengah hingga dasar perairan dan memakan antara zooplankton, larva, serangga dan tumbuhan air, sehingga ikan ini tergolong omnivora (Sugita, 2005).
 Usaha penangkapan ikan benter yang dilakukan masyarakat tanpa memperhatikan kelestariannya, bila dibiarkan maka kemungkinan besar populasi ikan tersebut akan menurun, dan bisa menyebabkan kepunahan. Oleh sebab itu diperlukan upaya perlindungan. Salah satu upaya perlindungan untuk mempertahankan keberadaan ikan benter di alam adalah dengan melakukan usaha konservasi. Usaha konservasi tersebut diharapkan dapat memberikan informasi mengenai aspek biologi ikan, khususnya mengenai reproduksi ikan.
Informasi mengenai reproduksi ikan benter secara lengkap khususnya di Sungai Citanduy sampai saat ini belum ada. Berdasarkan alasan tersebut di atas, maka perlu penelitian tentang aspek biologi reproduksi ikan benter yang tertangkap di Sungai Citanduy yang meliputi faktor kondisi, rasio kelamin, tingkat perkembangan gonad, indeks gonado somatik, fekunditas, dan diameter telur guna mendukung usaha pelestarian yang berkesinambungan.
Kehidupan ikan di perairan tidak terlepas dari kualitas fisika dan kimia air pada habitat ikan tersebut (Odum, 1971). Oleh karena itu sebagai parameter pendukung dalam penelitian reproduksi ikan benter ini perlu dilakukan pengukuran faktor fisika dan kimia air di lokasi penelitian yang berhubungan dengan aktivitas reproduksi ikan.
1.2      Perumusan masalah
Salah satu upaya pelestarian untuk mempertahankan keberadaan ikan benter di perairan umum khususnya sungai Citanduy adalah dengan melakukan usaha konservasi. Usaha konservasi ikan benter belum dilakukan karena masih terbatasnya informasi Berdasarkan uraian tersebut maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 
1. Bagaimanakah faktor kondisi dan rasio kelamin ikan benter yang  tertangkap di Sungai Citanduy Jawa Barat?
2. Bagaimanakah tingkat perkembangan gonad, indeks gonado somatik,  fekunditas dan diameter telur ikan benter yang tertangkap di Sungai Citanduy Jawa Barat?
1.3 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui:
Aspek biologi reproduksi ikan Benter yang meliputi rasio kelamin, faktor kondisi, perkembangan gonad jantan dan betina, IGS, fekunditas, dan diameter telur ikan Benter yang tertangkap di sungai Citanduy.


1.4 Manfaat
Penelitian tentang ikan benter diharapkan dapat melengkapi informasi mengenai aspek reproduksi ikan benter sehingga dapat bermanfaat dalam upaya pengembangan konservasi ikan benter di sekitar Sungai Citanduy Jawa Barat.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1.      Biologi Ikan Benter

2.1.1.   Klasifikasi dan Morfologi
Ikan Benter diklasifikasikan menurut Saanin (1984) sebagai berikut :
Phylum                      : Chordata
Subphylum               : Vertebrata
Classis                        : Pisces
Subclass                     : Teleostei
Ordo                           : Ostariophysi
Subordo                     : Cyprinoidea
Familia                       : Cyprinidae
Genus                         : Puntius
Spesies                       : Puntius binotatus
Ikan Benter memiliki ciri-ciri bibir bawah tidak terpisah dari rahang bawah yang tidak berkulit tebal atau terpisah dari rahang bawah oleh turisan pada permukaan saja; hidung tidak berbintil-bintil keras. Tinggi batang ekor sama dengan panjangnya dan setengah sampai sepertiga kepala; kepala 3,3 sampai 4,5 kali lebar mata (Saanin, 1984). Ikan Benter mempunyai 2-4 sungut, gurat sisi sempurna, satu jari-jari  sirip terakhir punggung mengeras dan bergerigi dibagian belakangnya; 4,5 sisik antara gurat sisi dan awal sirip punggung. Satu bintik bulat besar pada bagian anterior dari pangkal sirip punggung dan sebuah lagi di tengah batang ekor. Pada juvenil dan dewasa ada 2-4 titik-titik memanjang (Kottelat  et al., 1993).
Ikan benter adalah salah satu  ikan yang tersebar luas di sebelah barat garis wallacea, yang tergolong dalam ikan perairan tawar tropis yaitu danau dan sungai. Ikan ini mendominasi sungai-sungai kecil berbatu yang berarus deras di bagian hulu, pertengahan sampai hilir yang habitatnya pinggirannya yang merupakan sawah dan perkebunan (Hartoto dan  Endang, 1996; Rachmatika, 2004). Menurut pendapat Kavanagh (2002), ikan benter dapat hidup pada ketinggian tempat kurang lebih 300 m. Ukuran kisaran panjang badan ikan benter kurang lebih 25 - 88,6 mm. Ikan benter hidup pada aliran sungai yang jernih dan deras, bersubsrat pasir dan lempung, disamping itu juga dapat hidup pada air yang sangat keruh.
A. Latar Belakang
   Histologi berasal dari bahasa Yunani yaitu hist os yang berarti jaringan dan logos yang berarti ilmu. Jadi histologi berarti suatu ilmu yang menguraikanstruktur dari hewan secara terperinci dan hubungan antara struktur pengorganisasian sel dan jaringan serta fungsi-fungsi yang mereka lakukan. Jaringan merupakan sekumpulan sel yang tersimpan dalam suatu kerangka struktur atau matriks yang mempunyai suatu kesatuan organisasi yang mampu mempertahankan keutuhan dan penyesuaian terhadap lingkungan diluar batas dirinya (Bavelander, 1998). 
  Menurut Wikipedia I (2009), histologi adalah bidang biologi yang mempelajari tentang struktur jaringan secara detail menggunakan mikroskop pada sediaan jaringan yang dipotong tipis. Histologi dapat juga disebut sebagai ilmu anatomi mikroskopis. 
Ikan nila (Oreochromis niloticus) merupakan sumber protein hewani murah bagi konsumsi manusia. Karena budidayanya mudah, harga jualnya juga rendah. Budidaya dilakukan di kolam-kolam atau tangki pembesaran. Pada budidaya intensif, nila tidak dianjurkan dicampur dengan ikan lain karena memiliki perilaku agresif (Wikipedia II, 2009). 
  Karena ikan nila merupakan ikan budidaya maka diperlukan suatu penelitian terhadap struktur jaringan tubuhnya dengan memperhatikan kelainan yang mungkin terjadi agar dapat diketahui jaringan normal dan abnormalnya serta penyebab timbulnya kelainan tersebut, sehingga dapat dikembangbiakkan lebih baik. Hal inilah yang melatarbelakangi diadakannya praktikum ini.
B. Tujuan dan Kegunaan
Adapun tujuan dari praktikum ini, yaitu:
1. Mengetahui prosedur/metode dalam pembuatan preparat histologi; 
2. Mengetahui kelebihan dan kekurangan prosedur pembuatan preparat histologi;
3.Mengetahui dan membandingkan jaringan jantung normal danabnormal dari sudut histologi. 
       Sedangkan kegunaan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui apakah jaringan usus, hati, jantung, ginjal dan insang dalam keadaan normal atau abnormal. Sehingga nantinya dapat dijadikan informasi yang dapat dijadikan pembanding antara teori dan praktek
 
II. TINJAUAN PUSTAKA 
A.Morfologi dan Sistematika Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
 
  Ikan nila adalah sejenis ikan konsumsi air tawar. Ikan ini diintroduksi dari Afrika pada tahun 1969, dan kini menjadi ikan peliharaan yang populer di kolam- kolam air tawar dan di beberapa waduk di Indonesia (Wikipedia II, 2009). 
  Nama ilmiah ikan nila adalah Oreochromis niloticus, dan dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Nile Tilapia. Ikan peliharaan yang berukuran sedang, panjang total (moncong hingga ujung ekor) mencapai sekitar 30 cm. Sirip punggung (dorsal) dengan 16-17 duri (tajam) dan 11-15 jari-jari (duri lunak); dan sirip dubur (anal) dengan 3 duri dan 8-11 jari-jari (Wikipedia II, 2009). 
  Tubuh berwarna kehitaman atau keabuan, dengan beberapa pita gelap melintang (belang) yang makin mengabur pada ikan dewasa. Ekorber gar is- gar istegak, 7-12 buah. Tenggorokan, sirip dada, sirip perut, sirip ekor dan ujung sirip punggung dengan warna merah atau kemerahan (atau kekuningan) ketika musim berbiak (Wikipedia II, 2009).
Menurut Wikipedia II (2009), klasifikasi Ikan Nila, yaitu:
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Actinopterygii
Ordo : Perciformes
Famili : Cichlidae
Genus :O r eochr om is
Spesies : Oreochromis niloticus
 

Gambar 1. Morfologi ikan nila (Oreochromis niloticus)
 
B.Anatomi ikan nila (Oreochromis niloticus) 
  
  Anatomi (berasal dari bahasa Yunaniἀνατομία anatomia, dari anatemnein, yang berarti memotong) adalah cabang daribi ol ogi yang berhubungan dengan struktur dan organisasi dari makhluk hidup. Terdapat juga anatomi hewan atauzoot om i dan anatomi tumbuhan ataufi t ot omi. Beberapa cabang ilmu anatomi adalah anatomi perbandingan, histologi, dan anatomi manusia (Wikipedia III, 2009). Jaringan di dalam tubuh hewan mempunyai sifat yang khusus dalam melakukan fungsinya, seperti peka dan pengendali (jaringan saraf), gerakan (jaringan otot), penunjang dan pengisi tubuh (jaringan ikat), absorbsi dan sekresi (jaringan epitel), bersifat cair (darah) dan lainnya. Masing-masing jaringan dasar dibedakan lagi menjadi beberapa tipe khusus sesuai dengan fungsinya (Wikipedia III, 2009).
 
Lambung 
 
  Lambung adalah organ tubuh setelah kerongkongan yang berfungsi untuk menghancurkan atau mencerna makanan yang ditelan dan menyerap sari atau nutrisi makanan yang penting bagi tubuh. Pada hewan memamah biak, makanan di lambung dicampur dengan enzim-enzim pencernaan, kemudian dikeluarkan kembali ke mulut untuk dikunyah sekali lagi (Wikipedia III, 2009). 
Lambung merupakan segmen dari pencernaan yang diameternya relatif lebih besar bila dibandingkan dengan segmen lainnya. Besarnya ukuran lambung ini berkaitan dengan fungsinya sebagai penampung makanan. Kemampuan ikan untuk dapat menampung makanan (kapasitas lambung) sangat bervariasi antara jenis ikan yang satu dengan yang lainnya. Secara umum fungsi lambung itu sama yaitu unutk menampung dan mencerna makanan, namun secara anatomis terdapat variasi dalam bentuk (Kusrini dkk, 2007). Menurut Kursini (2007) Berdasarkan anatominya terdapat beberapa tipe lambung, yaitu:
a) Lambung berbentuk memanjang biasanya ditemukan pada beberapa jenis ikan karnivora bertulang sejati.
b) Lambung berbentuk sifon, terdapat pada ikan golongan Chondrichthyes dan kebanyakan ikan teleostei.
c)Lambung kaeka, terdapat pada ikanPolypt er us,Am ia,Anguil la. 
 
Usus 
  
  Walaupun panjangnya bergantung pada jenis makanannya, usus ikan berupa tabung sederhana yang berukuran sama dari lambung sampai dubur. Jadi tidak mempunyai usus besar. Bentuknya dapat lurus seperti pada betutu dan lele atau melingkar-lingkar seperti ikan nila, mas dan gurame bergantung pada bentuk rongga perut. Mempunyai lapisan epitel kolumnar sederhana, sel lendir melapisi lapisan submukosa yang berisi sel eosinofilik bergranula, berbatasan dengan mukosa muskularis lapisan usus (Kusrini dkk, 2007).
 
Hati 
 
  Hati adalah sebuah organ dalam vertebrata, termasuk manusia. Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan penetralan obat. Dia juga memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan. Istilah medis yang bersangkutan dengan hati biasanya dimulai dalamhepat - atau hepatik dari kata Yunani untuk hati, hepar (Wikipedia III, 2009). 
Hati merupakan organ penting yang mensekresikan bahan untuk proses pencernaan. Organ ini umumnya merupakan suatu kelenjar yang kompak, berwarna merah kecoklatan. Secara umum posisi hati terletak pada rongga bawah tubuh, di belakang jantung dan di sekitar usus depan. Di sekitar hati terdapat organ berbentuk kantung bulat kecil, oval atau memanjang dan berwarna hijau kebiru-biruan (Kusrini dkk, 2007).
 
Ginjal 
 
Ginjal adalah organ ekskresi dalam vertebrata yang berbentuk mirip kacang. Sebagai bagian dari sistem urin, ginjal berfungsi menyaring kotoran (terutama urea) dari darah dan membuangnya bersama dengan air dalam bentuk urin. Cabang dari kedokteran yang mempelajari ginjal dan penyakitnya disebut nefrologi (Wikipedia III, 2009). 
  Ginjal terletak di bagian atas peritonium (retroponium), sejajar dan di bawah tulang belakang. Berwarna coklat muda. Ginjal ikan nila ini berkembang dengan baik, sehubungan dengan kondisi lingkungan air tawar yang hipotonik terhadap cairan tubuh. Fungsi dari ginjal tersebut adalah suatu organ yang berperan dalam penyaringan beberapa bahan buangan sisa metabolisme. Bahan-bahan yang dibuang lewat ginjal, antara lain ureum, air, dan garam mineral. Sel-sel yang bertanggung jawab pada penyaringan ini adalah glomerulus, yamg disebut kapsul bowman. Sedangkan yang berfungsi sebagai reapsorsi ion adalah tubuli ginjal (Kusrini dkk, 2007).
 
 
 Peranan jantung sangat penting dalam hubungannya dengan pemompaan darah ke seluruh tubuh melalui sistem sirkulasi darah. Sirkulasi darah adalah sistem yang berfungsi dalam pengangkutan dan penyebaran enzim, zat nutrisi, oksigen, karbondioksida, garam-garam, antibodi, senyawa N, dari tempat asal ke seluruh bagian tubuh sehingga diperlukan tekanan yang cukup untuk menjamin aliran darah sampai ke bagian-bagian jaringan-jaringan tubuh (Kusrini dkk, 2007). 
 
A.Ekologi Ikan Nila (Oreochromis niloticus) 
 
Ikan nila bisa hidup di perairan air tawar hampir di seluruh Indonesia. Jenis ikan ini sebenarnya bukan satwa asli Indonesia. Habitat aslinya adalah Sungai Nil di Mesir. Ikan ini kemudian didatangkan oleh Pemerintah Indonesia sejak tahun 1969 dari Taiwan. Jenis ikan ini tergolong hewan omnivora (pemakan segala), jadi bisa diberi pakan apa saja asalkan sesuai dengan besar mulutnya, misalnya udang, kerang kecil, atau pelet. Selain itu, karena ikan ini juga memiliki toleransi lingkungan yang cukup besar, sehingga pembudidayaannya sangat mudah (Caroko dkk, 2009). 
Karena mudahnya dipelihara dan dibiakkan, ikan ini segera diternakkan di banyak negara sebagai ikan konsumsi, termasuk di pelbagai daerah di Indonesia. Akan tetapi mengingat rasa dagingnya yang tidak istimewa, ikan nila juga tidak pernah mencapai harga yang tinggi. Di samping dijual dalam keadaan segar, daging ikan nila sering pula dijadikanf illet (Wikipedia II, 2009). 
Ikan nila cenderung senang hidup di air hangat bersuhu sekitar 28 derajat celsius. Ikan ini juga menyenangi kondisi air yang sedikit mengandung basa dengan kisaran pH antara 7,0 dan 8,0. Seyogianya, air tidak boleh tercemar bahan kimia beracun, kandungan oksigen di dalam air minimal 4 mg/liter, serta kandungan karbon dioksida maksimal 5 mg/liter. Ikan ini biasanya dipelihara di kolam air tenang (Caroko dkk, 2009).  
 
B.Kelainan Ikan Nila (Oreochromis niloticus) 
 
Ikan merupakan salah satu hewan air yang senantiasa bersentuhan dengan lingkungan perairan sehingga sangat memungkinkan untuk terinfeksi pathogen melalui air. Terjadinya serangan penyakit pada ikan dapat disebabkan oleh terjadinya ketidakseimbangan lingkungan, pathogen dan ikan. Pada kondisi normal pun, organisme pathogen akan ada dalam media hidup ikan. Organisme ini akan menyerang ikan tatkala kondisi ikan melemah. Kondisi ikan melemah dapat disebabkan oleh lingkungan. Dengan kata lain, serangan penyakit dapat dicegah dengan cara memberikan kondisi lingkungan yang ideal bagi ikan. (Sucipto, 2008). 
Sakit didefinisikan sebagai perubahan yang terjadi suatu organisme pada kondisi fisik, morfologi, fisiologis dan atau fungsinya. Penyebab terjadinya keadaan sakit disebut penyakit. Berdasarkan jenisnya, kita mengenal istilah penyakit infektif dan non infektif. Sesuai dengan sifatnya penyakit maka dapat digolongkan menjadi dua yaitu penyakit infektif dan penyakit non-infektif. Penyakit infektif adalah suatu penyakit yang disebabkan ikan terinfeksi oleh organisme pathogen yang berasal dari virus, bakteri, jamur ataupun parasit. Sedangkan penyakit nono infektif adalah penyakit yang disebabkan oleh gangguan non pathogen seperti nutrisi (makanan), kualitas air, bahan toxic, dan genetic (Sucipto, 2008).
 
C. Proses Histologi 
 
Cara pembuatan sediaan histologis disebut mikroteknik. Pembuatan sediaan dari suatu jaringan dimulai dengan operasi, biopsi, atau autopsi. Jaringan yang iambil kemudian diproses dengan fiksatif yang akan menjaga agar sediaan tidak akan rusak (bergeser posisinya, membusuk, atau rusak). Fiksatif yang paling umum digunakan adalah formalin (10% formaldehida yang dilarutkan dalam air). Larutan Bouin juga dapat digunakan sebagai fiksatif alternatif meskipun hasilnya tidak akan sebaik formalin karena akan meninggalkan bekas warna kuning dan artefak. Artefak adalah benda yang tidak terdapat pada jaringan asli, namun tampak pada hasil akhir sediaan. Artefak ini terbentuk karena kurang sempurnanya pembuatan sediaan (Wikipedia I, 2009). Affuwa (2007), menyatakan bahwa membuat histologi jaringan hewan mula-mula dengan menyiapkan jaringan segar dalam pengamatan mikroskopis yaitu dengan cara fiksasi. Tujuan dilakukannya fiksasi adalah mencegah terjadi kerusakan pada jaringan, menghentikan proses metabolisme secara cepat, mengawetkan komponen sitologis dan histologis, mengawetkan keadaan sebenarnya, mengeraskan materi yang lembek, dan jaringan-jaringan dapat diwarnai sehingga bisa diketahui bagian-bagian jaringan. 
Faktor-faktor yang berperan dalam fiksatif adalah buffer (pH), suhu yang rendah mencegah autolisis,untuk mendapatkan daya penetrasi yang tinggi digunakan irisan setipis mungkin, perubahan volume, osmolaliitas pada larutan fiksatif, penambahan deterjen sehingga fiksatif cepat masuk, konsentrasi, dan waktu fiksatif. Dehidrasi memiliki fungsi menghilangkan air dalam jaringan. Bahan yang digunakan untuk dehidrasi harus mampu menggantikan fungsi air. Dehidrasi yang baik dilakukan secara bertahap yaitu mulai dari konsentrasi 70% sesuai dengan pelarut Bouin formol kemudian berturut-turut ke dalam alkohol 80%, 90%, 96% dan alkohol absolut. Pada setiap konsentrasi dilakukan pengulangan 3 kali (Botanika, 2008). Selanjutnya tahap dehidrasi, dehidrasi dilakukan setelah fiksasi dengan tujuan untuk mengeluarkan air dari jaringan, ini merupakan prinsip dari teknik parafin yaitu air dikeluarkan dan diganti dengan parafin sehingga blok jaringan mudah dipotong, ini dilakukan 2 tahap yakni dehidrasi dan penjernihan. Proses dehidrasi dilakukan dengan memasukkan jaringan yang sudah difiksasi kedalam larutan alkohol berturut-turut dari kadar 70% sampai 100% (Robby , 2000) 
Selanjutnya dengan proses clearing, untuk memungkinkan paraffin dapat masuk ke dalam sel, haruslah alkohol di dalam organ diganti dengan zat yang mudah mengusir alkohol tetapi kemudian harus bisa diusir oleh paraffin. Clearing atau dealkoholisasi ini dapat menggunakan aceton, benzol,toluol, dan xilol. Proses clearing dapat dilakukan selama 24 jam (Jvetunud, 2008).
   Embedding dilakukan dengan membuat kotak kertas. Beberapa keuntungan menggunakan kotak kertas yaitu bisa membuat arah sayatan dan menandai jaringan. Sebelum jaringan atau sampel ditanam maka terlebih dahulu paraffin dalam kotak harus membeku pada bagian dasarnya sehingga memungkinkan objek tidak langsung menempel pada dasar kertas. Blok paraffin yang akan disayat dulu maka dibentuk dulu (trimming). Bentuk blok disesuaikan dengan bentuk pitanya yang diinginkan. Hal in dikarenakan penampang blok paraffin menggambarkan blok pita yang akan diiris. Letak mata pisau pada mikrotom sangat menentukan hasil yang diperoleh. Pisau dibersihan dengan xylol dari sisa-sisa paraffin yang menempel. Hasil sayatan diambill dengan menggunakan kuas secara hati-hati. Hasil sayatan diletakkan dalam bak khhusuus dann diperhatikan urutannya. Pita hasil sayatan ditempel pada kaca objek dengan menggunakan meyer albumin. Kaca objek selanjutnya diletakkan di atas meja penangas (heating plate) (Botanika, 2008).
Selanjutnya tahap dehidrasi, tahap rehidrasi atau dehidrasi sangatlah penting dilakukan sebelum dilakukan pewarnaan. Hal itu baru dilakukan bila paraffin dalam sayatan sudah larut dan biasanya dilarutkan dalam xylol (Botanika, 2008).
Proses sectioning diawali dengan pengirisan blok parafin dengan scalpel, sehingga permukaan blok parafin yang akan diiris dengan mikrotom berbentuk segi empat. Irislah sedemikian rupa, sehingga preparat akan terletak tepat berada di tengah blok. Proses pewarnaan dilakukan setelah preparat dideparafinasindengan merendam preparat pada xylol. Salah satu pewarna metode parafin pada jaringan hewan adalah hematoxylin dan Eosin. Zat warna hematoxilin ini bersifat aquaosa (Botanika, 2008).
 
III. METODE PRAKTEK 
 
A. Waktu dan Tempat 
 
Praktikum histologi dilaksanakan sebanyak 4 kali pada hari Kamis, Jum’at, Sabtu dan Kamis, yaitu tanggal 5, 6, 7 dan 12 Maret 2009. Bertempat di Laboratorium Fisiologi Hewan Air, Fakultas Ilmu kelautan dan Perikanan, Universitas karimun
 
B. Prosedur Kerja 
 
1. Pengenceran 
 
Menyiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan dalam pengenceran yaitu gelas ukur 500ml berfungsi sebagai wadah sekaligus alat untuk mengukur banyaknya alkohol yang akan diencerkan. Mengambil alkohol 96% sebanyak 416.66 ml, menempatkan alkohol pada gelas ukur sesuai ukuran pengenceran. Menambahkan aquades ke dalam gelas ukur sebanyak 83.33ml untuk mengencerkan alkohol 96% sehingga menjadi alkohol 80%. Volume alkohol maupun aquades didapatkan dari rumus M1.V1 = M2.V2
 
Dimana :
M1 = Konsentrasi awal alkohol
 V2  = Volume awal
M2  = Konsentrasi akhir alkohol
V2   = Volume akhir 
 
2. Proses histologi
 
a. Pembedahan ikan
 Mematikan ikan, kemudian membedah ikan dengan menggunakan scalpel. Kemudian mengambil organ jantung dari ikan.
b. Fiksasi 
 Membersihkan botol kaca kecil untuk wadah sampel dengan menggunakan pembersih botol dan aquades. Meletakkan preparat (jantung) yang telah dipotong tipis/ kecil, kedalam botol kaca kecil. Masukkan larutan Bouins dengan menggunakan pipet tetes untuk mengfiksasi jaringan kedalam botol kaca yang sudah berisi preparat. Merendam preparat selama 24 jam.
c. Washing 
 Mengeluarkan larutan Bouins dengan pipet tetes yang dipakai pada proses fiksasi. Merendam preparat selama 2 x 15 menit dengan menggunakan alkohol 70%, untuk hasil maksimal botol sampel digoyangkan.
d. Dehidrasi 
 Mengeluarkan alkohol 70% dengan pipet tetes yang berbeda untuk tiap larutan pada proses washing. Masukkan larutan alkohol 70% ke dalam botol kaca menggunakan pipet tetes hingga sampel terendam. Setelah 15 menit pertama keluarkan alkohol 70% dan mengganti dengan alkohol 70% yang kedua, kemudian sampel kembali direndam selama 15 menit. Mengganti alkohol 70% dengan memasukkan larutan alkohol 80% selama 2 x 15 menit dengan menggunakan pipet tetes yang baru. Mengganti alkohol 80% dengan memasukkan larutan alkohol 96%, selama 2 x 15 menit dengan mengunakan pipet yang baru.
e. Clearing 
 Mengeluarkan alkohol 96% dari botol sampel, yang dipakai pada proses dehidrasi dengan pipet tetes. Memasukkan larutan Xylene kedalam botol sampel sehingga sampel terendam selama 2 x 15 menit.
f. Impregnasi 
 Mengeluarkan sampel yang telah direndam didalam larutan Xylene, dan memasukkan sampel kedalam cassette dan dekkel. Sampel dipindahkan dalam moldtray secara bergiliran kedalam 3 wadah yang terdapat dalam moldtray. Memasukkan sampel kedalam wadah I yang mengandung xylene dan paraffin murni dengan perbandingan 1 : 1 selama 30 menit, setelah 30 menit preparat dipindahkan lagi kedalam wadah II yang mengandung paraffin cair selama 30 menit, dan selanjutnya dimasukkan lagi kedalam wadah III yang berisi paraffin cair.
g. Embedding 
 Sampel yang sudah diimpregnasi diletakkan secukupnya dalam lempengan blok (dibagian worksurf dari Histoembedder) dengan posisi yang sudah diatur sedemikian rupa. Kemudian lempengan blok ini diisi dengan parafin cair dan ditutup dengan cassete & deckel dan diberi tanda. Kemudian didinginkan di cold plate selama 5 -10 menit atau sampai parafin mengeras.
h. Cutting 
 Proses pemotongan ini dilakukan dengan menggunakan mikrotom berfungsi sebagai alat pemotong jaringan, sampel dipotong dengan ketebalan 5-7 mikrometer. Kemudian potongan sampel ini diletakkan di objek glass. Dan ditetesi aquades. Lalu diletakkan di penangas air selama + 24 jam.
i. Staining 
 Memasukkan preparat ke dalam xylene selama 2 x 15 menit Kemudian di rehidrasi dengan alkohol berkonsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah yaitu alkohol 96%, alkohol 80% dan alkohol 70% masing-masing selama 10 menit. Kemudian jaringan direndam dalam aquades selama 10 menit. Setelah itu memasukkan jaringan kedalam pewarna Haematoksilin selama 20 menit. Kemudian memasukkan jaringan kedalam eosin selama 1 menit . Lalu di dehidrasi dari alkohol konsentrasi rendah ke tinggi 70%, 80%, dan 96% masing-masing selama 10 menit. Proses terakhir yakni jaringan ini dicelupkan kedalam xylene dan ditiriskan.
j. Mounting 
 Proses mounting yaitu memberikan entelan diatas object glass kemudian merekatkannya dengan deg glass. Entelan ini berfungsi sebagai perekat.
k. Pengamatan 
 Objek glass diberi entelan dan ditutup dengan deglass. Kemudian mengamati jaringan jantung ikan nila (Oreochromis niloticus) dibawah mikroskop.
 
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 
 
A. Gambar Histologi Jantung Ikan Nila Normal dan Abnormal
 
Gambar 2. Histologi jantung ikan nila (sampel praktikum)   

Gambar 4. Histologi Jantung Abnormal Ikan nila (Oreochromis niloticus)
Keterangan:
1. Melanophore
2. Nerve Cell
3.   Cardiac Muscle
A. Prosedur Histologi
Pada gambar di atas dapat di lihat bahwa gambar 2 adalah jaringan jantung yang normal, dimana pada jaringan jantung normal terlihat cardiacmuscle dan nerve cell yang masih utuh dan terlihat tersusun rapi . Sedangkangambar 3 adalah jaringan jantung abnormal, pada jaringan jantung abnormal terlihat kondisi cardiac muscle dan nerve cellnya tidak utuh dan terlihat tidak rapi. Hal ini terjadi pada jaringan jantung ikan yang kebanyakan terserang oleh adanya bakteri maupun virus. Jaringan jantung yang abnormal berdampak pada kinerja sistem peredaran darah pada ikan. Sehingga membuat ikan akan mati secara perlahan-lahan. Dalam pembuatan preparat histologis, dilakukan berbagai tahapanprosedur diantaranyafiksasi,washing,dehidrasi,clearing,impregnasi,embedding, cutting, dan staining.   
 Prosesfiksasi adalah proses perendaman preparat organ ke dalam larutan fiksatif dalam hal ini bouins yang dilakukan selama 24 jam. Tujuan dilakukannya fiksasi adalah mencegah terjadi kerusakan pada jaringan, menghentikan proses metabolisme secara cepat, mengawetkan komponen sitologis dan histologis, mengawetkan keadaan sebenarnya, mengeraskan materi yang lembek, dan jaringan-jaringandapat di warnai sehingga bisa diketahui bagian-bagian jaringan. Proses fiksasi dilakukan selama 24 jam agar larutan bouins dapat terserap secara maksimal di dalam preparat histologis jaringan, fiksasi yang terlalu lama juga dapat menyebabkan kerusakan pada preparat jaringan. 
 Setelah melakukan proses fiksasi selama 24 jam, kemudian dilakukan prosedur lanjutan untuk menghilangkan larutan bouins yang ada pada preparat. Prosedur tersebut adalahwashing dengan menggunakan alkohol 70%. Alkohol digunakan agar larutan bouins dapat keluar dari preparat jaringan. 
 Selanjutnya tahapdehidrasi, dehidrasi digunakan untuk menghilangkan air dalam jaringan. Bahan yang digunakan untukdehidrasi harus mampu menggantikan fungsi air. Dehidrasi yang baik menurut Botanika (2008) dilakukan secara bertahap yaitu mulai dari konsentrasi 70% sesuai dengan pelarut Bouin formol kemudian berturut-turut ke dalam alkohol 80%, 90%, 96% dan alkohol absolut. Pada setiap konsentrasi dilakukan pengulangan 3 kali. Tetapi yang digunakan dalam praktek adalah alkohol 70%-96% agar jaringan benar-benar bersih dari larutan bouins.  Setelah prosesdehidrasi selesai, dilanjutkan dengan prosesclearing,
clearing dilakukan pada jaringan agar alkohol yang terdapat pada jaringan dapat  keluar.Clearing ataudealkoho lisas i ini dapat menggunakan aceton, benzol, toluol, dan xilol. Proses clearing dapat dilakukan selama 24 jam (Jvetunud, 2008). Dalam praktikum ini digunakan xilol pada saat prosesclearing, tujuan digunakan xilol yaitu agar nantinya jaringan dapat mudah menyatu dengan parafin. Dan waktu yang digunakan yaitu 2 x 15 menit. Waktu 2x15 menit digunakan agar alkohol yang terdapat pada jaringan dapat keluar secara maksimal. Dan prosesclearing tidak dilakukan selama 24 jam karena akan menyebabkan kerusakan pada jaringan akibat pengaruh xilol yang lama. Penentuan jangka waktuclear ing juga di pengaruhi oleh jenis jaringan itu sendiri. Selanjutnya yaitu proses penyusupan parafin ke dalam preparat organ. Proses ini tujuannya untuk mengeraskan dan mengakukan jaringan agar jaringan terlihat jelas bagian-bagian dan lebih mudah dilakukan proses pemotongan atau cutting. Tahapan impregnasi dilakukan dengan memasukkan jaringan dalam
cassettedan deckle kemudian merendamnya dengan parafin cair, parafin dipilihsebagai media penanaman karena dapat mengakukan jaringan namun masih tetap dapat dipotong pada saat cutting serta mudah meleleh ketika di panaskan diatas penangas air. Perendamannya dalam parafin sebanyak 3 tahapan, dimana tahapan pertama parafin yang digunakan tidak seluruhnya parafin murni tapi sebagian adalahxylene (perbandingan parafin xylene (1:1) hal ini dilakukan untuk mengadaptasikan preparat terlebih dahulu dengan parafin setelah perendaman sebelumnya dengan xylene. Setelah 30 menit barulah dua tahapan selanjutnya dilakukan dengan perendaman jaringan pada parafin murni (tanpa campuranxylene sama sekali).Selanjutnya yaitu menanam preparat jaringan atau dilakukan prosedural embedding dengan meletakkan pada lempengan blok dan diisi lagi denganparafin cair yang ditutupi olehcassett e dandeckle. Setelah proses embedding
selesai, lempengan blok kemudian didinginkan diatas cold plate agar parafincepat mengeras. Tahap selanjutnya yaitu pemotongan jaringan dengan menggunakan pisau mikrotom. Proses ini disebutcut t ing menggunakan pisau mikrotom. Pisau mikrotom merupakan pisau khusus yang digunakan untuk pemotongan preparat histologis jaringan. Oleh karena itu pisau mukrotom harus benar-benar tajam. Selain ketajaman pisau, suhu juga berpengaruh terhadap pemotongan jaringan. Pengaruhnya yaitu bila suhu naik atau panas, maka prosescutt ing jaringan akan rusak akibat mencairnya paraffin sedikit demi sedikit akibat panas.Kemudian prosedur terakhir yang dilakukan pada jaringan jantung adalah proses pewarnaan ataust aining. Hal ini dilakukan agar memperjelas bagian- bagian jaringan pada jantung ikan nila saat pengamatan, dalam proses pewarnaan menggunakanhaematoxilin berwarna biru yang berfungsi memberikan warna pada inti sel,xylene yang berfungsi untuk membersihkan parafin,eosin yang berwarna merah bersifat asam tujuannya untuk melawan sitoplasma, dan rehidrasi dengan alkohol 96% - 70% sebagai media penghantar untuk proses pewarnaan dengan HE. Apabila proses ini tidak dilakukan maka akan mempersulit pada saat pengamatan di bawah mikroskop.Selanjutnya tahap terakhir yang dilakukan pada jaringan jantung adalah
prosesmount ing, dalam proses ini sampel jaringan yang telah melalui tahapstaining diberikan entelan yang berfungsi sebagai perekat antara deg glassdanobject glass. Setelah deg glassdan object glass terekat dengan baik kemudian
dillakukan pengamatan dibawah mikroskop dan mengambil gambar jaringan
yang didapat dengan menggunakan kamera digital.